Jakob Oetama, Pendiri Kelompok Kompas Gramedia




"Miliki dulu harga diri, tanpa itu kita akan menjadi robot"

Barangkali prinsip inilah yang mendorong kesuksesan Jakob Oetama dengan Kompasnya. Dulu Kompas menjadi bahan ejekan. Pada 1965, saat Kompas didirikan, pers Indonesia sedang dikuasai Koran bersuara garang, Kompas tampil dengan gaya kalem.

Oplahnya kecil, dan selalu datang terlambat. Perlahan tapi pasti, karena konsistensi Jakob membangun jurnalisme yang obyektif dan netral, Kompas berhasil menjadi koran nomor satu di negeri ini.
Bertulangpunggungkan Kompas, Jakob dibantu rekan-rekannya mengembangkan jaringan konglomerasi yang berpilarkan media massa, yaitu KKG (Kelompok Kompas Gramedia). KKG berkecimpung di bidang-bidang surat kabar, majalah, tabloid, percetakan, penerbitan, stasiun televisi, bahkan hotel, bank dan lembaga pendidikan. Kemajuan itu menempatkan Jakob menjadi sosok yang diperhitungkan oleh penguasa. Sejak zaman Soeharto berkuasa, kemudian Habibie, Gus Dur, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, ia bisa menjalin hubungan baik. Jakob juga berhasil mengendalikan fluktuasi hubungan antara kelompok usahanya dengan berbagai kelompok politik, agama, dan ras di Indonesia.
Jakob membangun kerajaannya dengan susah payah. Kompas terbit dengan tiras awal 3000 eksemplar/ hari dengan sarana serba terbatas. Kini Kompas adalah koran yang sangat menguntungkan, hingga seandainya dibagikan secara gratis pun, penerbitnya belum akan merugi. Walau merniliki aset fisik yang bernilai sangat besar, namun aset sesungguhnya yang dirniliki Kompas adalah kepercayaan pembaca loyalnya.
Kompas memang koran pertama yang berhasil menjaga netralitas, menyajikan berita secara berimbang, jernih dan obyektif, yang dilakukan secara konsisten dalam kurun waktu empat dasawarsa.
Pria berkacamata tebal kelahiran Borobudur, Magelang, 27 September 1931, ini adalah putra pensiunan guru di Sleman, Yogyakarta, R.J. Brotosoesiswo. Sejak kecil orangtuanya menginginkan Jakob jadi seorang rohaniwan atau guru. Tak mengherankan bila Jakob disekolahkan di Serninari. Ia mengawali karirnya sebagai guru di Mardijuwana, Cipanas, Jawa Barat dan SMP Van Lith di Jakarta.
Lepas mengajar, 1955, Jakob bekerja sebagai redaktur di mingguan Penabur. Setahun kemudian, ia meraih gelar dalam bidang Ilmu Sejarah. Setelah itu, ia melanjutkan kuliahnya di Perguruan Tinggi Publisistik, Jakarta, dan lulus pada 1959. Dua tahun kemudian, 1961, ia lulus dari Fisipol, UGM. Bekal teori dari kampus membuat Jakob berani bergabung dengan P.K.Ojong mengelola Intisari (berdiri 1963), majalah yang diilhami Reader's Digest dari AS. Kesuksesan Intisari makin membuatnya percaya diri dan
mendorongnya menerbitkan Kompas.
Jakob aktif dalam berbagai organisasi yang terkait dengan pers. Ia tercatat menjadi pengurus PWI dan Ketua Dewan Pembina PWI. Pada tahun 1999, ia terpilih sebagai Ketua Serikat Penerbit Surat kabar (SPS). Jakob pun sempat berkecimpung di dunia politik dengan duduk di DPR RI.
Gaya kepemimpinannya terkesan konservatif, sangat hati-hati, dan ngemong terhadap anak buahnya.
Ia mengembangkan budaya organisasi (corporate culture) yang sulit bisa dicapai perusahaan pers yang lain.
0 Komentar untuk "Jakob Oetama, Pendiri Kelompok Kompas Gramedia"

Back To Top