Gerakan sosial, kelompok kepentingan, partai politik


Para sarjana berbeda pendapat mengenai apa itu gerakan sosial dan bagaimana kita mempelajarinya. Beberapa sarjana menekankan aspek organisasi dan tujuan dari gerakan-gerakan sosial. Michael Useem, misalnya, mendefinisikan gerakan sosial sebagai “tindakan kolektif terorganisasi, yang dimaksudkan untuk mengadakan perubahan sosial.” John McCarthy dan Mayer Zald melangkah lebih rinci, dengan mendefinisikan gerakan sosial sebagai “upaya terorganisasi untuk mengadakan perubahan di dalam distribusi hal-hal apa pun yang bernilai secara sosial”. Sedangkan Charles Tilly menambahkan corak perseteruan (contentious) atau perlawanan di dalam interaksi antara gerakan sosial dan lawan-lawannya. Dalam definisinya, gerakan-gerakan social adalah “upaya-upaya mengadakan perubahan lewat interaksi yang mengandung perseteruan dan berkelanjutan di antara Warga negara dan negara.”

Dalam soal pendefinisian ini, saya lebih cenderung mengikuti David Meyer dan Sidney Tarrow, dalam karya mereka Social Movement Society (1998). Keduanya memasukkan semua ciri yang sudah disebutkan di atas dan mengajukan sebuah definisi yang lebih inklusif tentang gerakan sosial, yakni: “Tantangan-tantangan bersama, yang didasarkan atas tujuan dan solidaritas bersama, dalam interaksi yang berkelanjutan dengan kelompok elite, saingan atau musuh, dan pemegang otoritas” (1998: 4).
Dua fitur tampil menonjol dalam definsi ini. Pertama, gerakan-gerakan sosial melibatkan “tantangan kolektif”, yakni upaya-upaya terorganisasi untuk mengadakan perubahan di dalam aransemen-aransemen kelembagaan. Tantangan-tantangan ini dapat berpusat pada kebijakan-kebijakan public atau ditujukan untuk mengawali perubahan yang lebih luas dalam struktur lembaga-lembaga sosial dan politik, distribusi jaminan sosial, atau dapat pula menyangkut konseptualisasi mengenai hak-hak dan tanggung jawab sosial dan politik.
Fitur yang kedua adalah corak politis yang inheren di dalam gerakan-gerakan sosial. Ini terutama terkait dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai lewat gerakan-gerakan sosial, yang secara tipikal mencakup perubahan di dalam distribusi kekuasaan dan wewenang. Tujuan-tujuan politis ini hanya mungkin dicapai lewat interaksi-interaksi yang terus menerus, berkelanjutan, dengan aktor-aktor politik di luar gerakan, yang terpenting di antaranya adalah sekutu-sekutu dan pesaing-pesaing politik dan pemegang otoritas kekuasaan.
Dalam Power in Movement, bukunya yang terus dibaca sebagai buku ajar di perguruan-perguruan tinggi di Amerika Serikat, Tarrow lebih jauh menegaskan bahwa gerakan-gerakan sosial adalah bentuk paling modern dari politik perseteruan (contentious politics), yang terjadi “ketika orang-orang biasa, sering kali dalam kerja sama dengan warga negara yang lebih berpengaruh, bersama-sama menggalang kekuatan dalam konfrontasi kolektif mereka melawan kelompok elite, pemegang otoritas, dan musuh-musuh politik.” Penggunaan kata “perseteruan” di sini, yang saya kira bisa juga kita perlebar maknanya untuk mencakup perlawanan, bukan tanpa pertimbangan serius. Sedikitnya ada dua implikasi penting yang perlu digarisbawahi di sini. Pertama, kata itu digunakan untuk membuka peluang bagi siapa saja untuk terlibat di dalam gerakan-gerakan social, Antara lain dipengaruhi oleh Tilly yang mempopulerkan istilah ini pertama kali, dengan kata itu Tarrow ingin menunjukkan bahwa bahkan orang sangat biasa sekalipun dapat terlibat dalam gerakan sosial, karena sumber daya yang diperlukan untuk keterlibatan itu bisa sangat minimal, yakni mulut untuk meneriakkan perlawanan di dalam sebuah protes, misalnya. Kedua, kata “perseteruan” juga adalah kata yang maknanya bebas nilai, kata itu mengimplikasikan bahwa gerakan-gerakan social yang dianalisis dalam literatur ini adalah gerakan-gerakan yang ingin memperjuangkan apa saja. Maksudnya, analisis yang sama dapat diterapkan untuk menjelaskan misalnya dua gerakan sosial dengan tujuan saling bertentangan. Para analis gerakan-gerakan sosial di sini tidak peduli apakah gerakan-gerakan itu ingin memperlebar ruang publik, misalnya, atau hendak mempersempitnya. Demikianlah, misalnya, dalam Uncivil Movements (2000), Leigh Payne memanfaatkan teori-teori gerakan sosial untuk menjelaskan bagaimana kalangan sayap kanan di Amerika Latin, terutama militer, ingin menghancurkan demokrasi yang baru tumbuh.
Sementara berbagai konfrontasi seperti yang “dikelola” gerakan-gerakan sosial sudah umum ditemukan di era mana saja dalam sejarah manusia, Tarrow lebih jauh berpendapat bahwa upaya untuk “memperkuat gaung, mengoordinasikan, dan memelihara konfrontasi-konfrontasi itu, dalam rangka melawan musuh-musuh yang lebih kuat, adalah sumbangan unik sebuah gerakan sosial.” Itulah sebabnya ia juga menyatakan bahwa gerakan sosial adalah “sebuah temuan baru abad modern dan menyertai pertumbuhan negara-negara modern” (1998, 2).
Sekalipun tampak dari luar mengada-ada, Tarrow serius dengan klaimnya di atas. Antara lain diinspirasikan oleh Imagined Communities (1983), karya penting Benedict Anderson mengenai pengaruh penemuan mesin cetak terhadap penyebaran nasionalisme dari Eropa ke seluruh dunia, Tarrow percaya bahwa kedua hal itu juga menentukan corak gerakan-gerakan sosial: penemuan mesin cetak memfasilitasi tumbuh dan bertahannya gerakan-gerakan social serta memperkaya repertoarnya, sedangkan pembentukan negara nasional mempertegas blok-blok sekutu dan lawan yang harus dipertimbangkan para pemimpin gerakan sosial, bingkai (frames) yang harus mereka usung untuk menjustifikasi gerakan, dan pemilihan repertoar yang cocok untuk digunakan gerakan, sejalan dengan kekuatan atau batas-batas negara nasional di era yang sekarang disebut globalisasi.
Jika definisi di atas kita terima, bagaimana kita sebaiknya membedakan gerakan sosial dari kelompok-kelompok kepentingan (interest groups) dan partai-partai politik? Ini persoalan yang cukup ruwet, sekalipun para sarjana sudah berusaha menjawabnya. Saya akan meringkaskannya di bawah ini, dengan (1) menelusuri persamaan dan perbedaan antara gerakan-gerakan sosial dan kelompok-kelompok kepentingan dan (2) menggarisbawahi persamaan keduanya itu dan perbedaan keduanya dari partai-partai politik.
Beberapa sarjana berpandangan bahwa memperlakukan gerakan sosial sebagai sesuatu yang secara konseptual berbeda dari kelompok-kelompok kepentingan tidak akan bermanfaat dan juga tidak terlalu berguna secara empirik. Alasannya: sekalipun kedua jenis organisasi itu berbeda dilihat dari segi taktik yang digunakan, organisasi formal, jumlah peserta yang terlibat, sumber daya dan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya, keduanya tetap sama dilihat dari segi bahwa keduanya mencoba memengaruhi proses-proses politik dan hasil akhirnya. Seperti kelompok-kelompok kepentingan, gerakan-gerakan sosial menjalankan dua fungsi politik yang utama: (1) agregasi kepentingan, yakni pembentukan suatu program kebijakan yang didasarkan atas serangkaian kepentingan dan pandangan yang berbeda, dan (2) artikulasi kepentingan, yakni mengekspresikan dan mempublikasikan berbagai kebijakan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi langkah-langkah pemerintah. Kelompok-kelompok kepentingan dan gerakan-gerakan sosial juga memanfaatkan beragam metode yang sama dalam mengartikulasikan kepentingan: melobi para politisi dan birokrat, membuat dan menyebarkan pamflet, membuat riset dan mengorganisasikan petisi, mengoordinasikan aksi-aksi pemogokan, sambil mengorganisasikan aksi-aksi kekerasan tertentu, dan lainnya.
Namun demikian, seperti disarankan Freeman dan Johnson, amat berguna untuk membayangkan berbagai bentuk atau jenis aksi kolektif sebagai titik-titik yang berbeda dari satu kontinum yang sama: dari kerumunan yang pengorganisasiannya sangat minimal, atau tidak terorganisasi sama sekali, di satu kutub, ke kelompok-kelompok kepentingan yang amat baik organisasinya, di kutub lainnya. Kata Freeman dan Johnson, “Di satu sisi ada bentuk-bentuk yang dicirikan oleh spontanitasnya yang dapat menular dan ketiadaan struktur... dan di ujung lain ada kelompok-kelompok kepentingan yang karakteristik utamanya adalah organisasi yang dikelola dengan baik dan stabil, yang sering kali bahkan kedap terhadap tuntutan-tuntutan spontan para anggotanya.”

Di tengah-tengah kontinum ini ada gerakan-gerakan social yang ditulis mereka, “seberapa pun beragamnya mereka, tetap memperlihatkan spontanitas yang dapat dideteksi dan sebuah struktur yang dapat dilacak, meskipun kita tidak menemukan sebuah organisasi formal di sana” (Freeman dan Johnson 1999, 1-2).
Ketegangan di antara spontanitas dan struktur inilah yang memberi corak khusus kepada gerakan-gerakan sosial. Di sini gerakan-gerakan sosial berbeda dari kelompok-kelompok kepentingan dalam dua hal. Pertama, gerakan-gerakan itu mengumpulkan beragam organisasi atau perkumpulan yang berbeda untuk bersama-sama memperjuangkan sesuatu dalam ikatan yang longgar, di sini gerakan-gerakan sosial tidak terorganisasikan ke dalam suatu struktur birokratis yang tunggal seperti halnya kelompok-kelompok kepentingan.
Kedua, gerakan-gerakan sosial memiliki kepentingan politik yang cakupannya lebih luas dari perkumpulan-perkumpulan sukarela, sekalipun kepentingan itu jelas lebih sempit dibandingkan partai-partai politik (lihat lebih lanjut di bawah).
Gerakan-gerakan sosial hanya peduli pada wilayah kehidupan publik tertentu, seperti perwakilan kepentingan kaum buruh atau kelompok minoritas di parlemen atau penegakan hak-hak sipil dan politik dalam isu-isu keagamaan.
Sejalan dengan diskusi di atas, maka kita dapat dengan aman mengatakan bahwa gerakan-gerakan sosial lebih dekat kepada kelompok-kelompok kepentingan dibandingkan (persamaan dan perbedaan) keduanya dengan partai-partai politik. 3 Hal ini dapat diperinci ke dalam beberapa butir di bawah.
Pertama, sementara kelompok-kelompok kepentingan dan gerakan-gerakan sosial ingin memengaruhi pemerintah, partai-partai politik ingin berkuasa langsung, menjadi pemerintah. Persatuan buruh dan organisasi-organisasi pengusaha, misalnya, terus-menerus peduli dan setiap saat mencermati dan ingin memengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah, tetapi mereka tidak mau mengontrol pemerintahan secara langsung, yang terakhir ini menjadi kepentingan dan tugas partai-partai politik.
Kedua, sementara partai-partai politik terutama bersifat politis dan terkait dengan pertarungan politik, sebagian besar kelompok kepentingan dan gerakan-gerakan sosial tidak demikian atau tidak mesti demikian. Partai-partai politik memang dibentuk untuk mengontrol pemerintahan, dengan cara mencalonkan kandidat tertentu untuk jabatan-jabatan publik tertentu dan ikut serta bertarung dalam pemilihan umum. Sementara itu, kelompok-kelompok kepentingan seperti perkumpulan guru atau pencinta mawar, atau gerakan-gerakan sosial seperti gerakan anti-aborsi, tidak berkepentingan dengan politik kecuali jika mereka memang harus langsung berhubungan dengan politik.
Ketiga, sementara sebagian besar gerakan-gerakan social dan kelompok-kelompok kepentingan berkepentingan dengan hanya satu atau sedikit wilayah kebijakan publik, platform dan program sebagian besar partai-partai politik harus mencakup semua wilayah itu atau sebagian besarnya. Demikianlah, maka kelompok-kelompok kepentingan atau gerakan-gerakan social yang peduli dengan soal kesejahteraan masyarakat hanya akan memfokuskan perhatian pada soal itu, kelompok dan gerakan kesenian dengan kesenian, dan seterusnya, dan mereka tidak akan memiliki kepedulian khusus kepada masalah kebijakan luar negeri sebuah pemerintahan.
0 Komentar untuk "Gerakan sosial, kelompok kepentingan, partai politik"

Back To Top