Dalam
dunia kedokteran, nama Albucasis alias Al Zahrawi tidak pernah luntur. Apalagi
bila merunut pada penemuan penyakit hemofilia. Penyakit ini sebenarnya telah
ada sejak lama sekali, dan belum memiliki nama. Talmud, yaitu sekumpulan
tulisan para rabi Yahudi, 2 abad setelah Masehi menyatakan bahwa seorang bayi
laki-laki tidak harus dikhitan jika dua kakak laki-lakinya mengalami kematian
akibat dikhitan.
Titik
terang ditemukan setelah Al Zahrawi pada abad ke-12 menulis dalam bukunya
mengenai sebuah keluarga yang setiap anak laki-lakinya meninggal setelah
terjadi perdarahan akibat luka kecil. Ia menduga hal tersebut tidak terjadi
secara kebetulan. Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang
ditulis oleh Hopff di Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia
Britanica, istilah hemofilia (haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh
seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada
tahun 1928. Lukas menelusur aneka catatan kedokteran, termasuk tulisan Al
Zahrawi atau Albucasis itu.
Albucasis
lahir sebagai Abu al-Qasim Khalaf bin Abbas Al-Zahrawi di Al Zahra'a, 6 mil
utara Cordoba di Andalusia (sekarang Spanyol), tahun 936. Dia mengawali
karirnya sebagai dokter bedah dan pengajar di beberapa sekolah kedokteran.
Namanya mulai menjadi perbincangan di dunia kedokteran setelah dia meluncurkan
buku yang kemudian menjadi buku paling populer di dunia kedokteran, At-Tasrif
liman 'Ajiza 'an at-Ta'lif (Metode Pengobatan).
Dalam
buku itu, ia banyak menguraikan tentang hal-hal baru dalam operasi medis. Apa
yang ditulisnya merupakan cetak biru dari apa yang dilakukannya selama 50 tahun
melang melintang dalam dunia pengobatan. Bahkan, bukunya dianggap sebagai
ikhtisar ensiklopedi kedokteran. Al Zahrawi juga menciptakan sejumlah alat
bantu operasi. Ada tiga kelompok alat yang diciptakannya, yaitu instrumen untuk
mengoperasi bagian dalam telinga, instrumen untuk inspeksi internal saluran
kencing, dan instrumen untuk membuang sel asing dalam kerongkongan.
Di
atas semua itu, ia terkenal sebagai pakar operasi yang piawai mengaplikasikan
aneka teknik paling tidak untuk 50 jenis operasi yang berbeda. Dia jugalah yang
pertama menguraikan secara detil operasi klasik terhadap kanker payudara,
lithotrities untuk 'menggempur' batu ginjal, dan teknik membuang kista di
kelenjar tiroid. Dia juga termasuk salah satu penggagas operasi plastik, atau
setidaknya, dialah yang memancangkan prosedur bedah plastik pertama kali.
Dalam
bukunya, Al-Tasrif, Al-Zahrawi mendiskusikan tentang penyiapan aneka obatobatan
yang diperlukan untuk penyembuhan pasca operasi, yang dalam dunia pengobatan
modern dikenal sebagai ophthalmologi atau sejenisnya. Dalam penyiapan
obat-obatan itu, ia mengenalkan tehnik sublimasi. Al Zahrawi juga ahli dalam
bidang kedoteran gigi.
Bukunya
memuat beberapa piranti penting dalam perawatan gigi. Misalnya thereof, alat
yang sangat vital dalam operasi gigi.
Di
buku yang sama, ia juga mendiskusikan beberapa kelainan pada gigi dan problem
deformasi gigi serta bagaimana cara untuk mengoreksinya. Ia juga memciptakan
sebuah teknik untuk menyiapkan gigi artifisial dan cara memasangnya. Al-Tasrif
dialihbahasakan ke dalam bahasa Latin pada abad pertengahan oleh Gherard of
Cremona. Sejumlah editor lain di Eropa mengikutinya, dengan menerjemahkannya ke
dalam bahasa mereka. Buku dengan sejumlah diagram dan ilustrasi alat bedah yang
digunakan Al Zahrawi ini kemudian masuk ke kampus-kampus dan menjadi buku wajib
mahasiswa kedokteran.
Al
Zahrawi disebut oleh Pietro Argallata (meninggal tahun 1423) sebagai
"Pimpinan segala operasi bedah tanpa keraguan". Jacques Delechamps
(1513-1588), ahli bedah Prancis lainnya, menyebut Al Zahrawi sebagai pemikir
jempolan abad pertengahan hingga Renaissance. Ia merujuk komentarnya pada kitab
At Tasrif karya Al Zahrawi yang banyak dirujuk dokter-dokter pada masa itu.
Al
Zahrawi menjadi pakar kedokteran populer di zamannya. Bahkan hingga lima abad
setelah kematiannya, bukunya tetap menjadi buku wajib bagi para dokter di
berbagai belahan dunia. Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan kedokterannya, menurut
Dr Cambell, pakar sejarah pengobatan Arab, dimasukkan dalam kurikulum fakultas
kedokteran di seluruh belahan Eropa. Dia juga dikenal sebagai fisikawan andal
kebanggaan Raja Al- Hakam II dari Spanyol. Setelah malang melintang di dunia
kedokteran dengan sejumlah temuan baru, Al Zahrawi berpulang pada tahun 1013.
Namanya tercatat dengan tinta emas dalam dunia kedokteran modern hingga kini.
(tri/islamonline)[republika.co.id]
Hadits
merupakan salah satu rujukan sumber hukum Islam di samping kitab suci
Al-Qur'an. Di dalam hadits Nabi Muhammad SAW itulah terkandung jawaban dan
solusi masalah yang dihadapi oleh umat di berbagai bidang kehidupan. Berbicara
tentang ilmu hadits, umat Islam tidak akan melupakan jasa Al-Albani. Ia
merupakan salah satu tokoh pembaharu Islam abad ini.
Karya
dan jasa-jasanya cukup banyak dan sangat membantu umat Islam terutama dalam
menghidupkan kembali ilmu hadits. Ia berjasa memurnikan ajaran Islam dari
haditshadits lemah dan palsu serta meneliti derajat hadits. Al-Albani mempunyai
nama lengkap Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh al-Albani. Dilahirkan
pada tahun 1333 H di kota Ashqadar, ibu kota Albania masa lampau. Ia dibesarkan
di tengah keluarga yang tak berpunya secara materi, namun sangat kaya ilmu.
Ayah al-Albani bernama Al Haj Nuh adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu
syari'at di ibukota negara dinasti Utsmaniyah (kini Istambul).
Ketika
Raja Ahmad Zagha naik tahta di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi
pemerintah sekuler, Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri
keluarganya. Akhirnya ia memutuskan untuk berhijrah ke Syam dalam rangka
menyelamatkan agamanya dan karena takut terkena fitnah. Dari sana, ia
sekeluarga bertolak ke Damaskus. Setiba di Damaskus, Syeikh al-Albani kecil
mulai mempelajari bahasa Arab. Al-Albani kecil masuk sekolah madrasah yang
dikelola oleh Jum'iyah al- Is'af al-Khairiyah. Ia terus belajar di sekolah
tersebut hingga kelas terakhir dan lulus di tingkat Ibtida'iyah.
Selanjutnya,
ia meneruskan belajarnya langsung kepada para syekh. Ia mempelajari Al- Qur'an
dari ayahnya sampai selesai, disamping juga mempelajari sebagian fikih madzab
Hanafi. Al-Albani juga mempelajari keterampilan memperbaiki jam dari ayahnya
sampai mahir betul. Keterampilan ini kemudian menjadi salah satu mata
pencahariannya. Pada umur 20 tahun, pemuda Al-Albani mulai mengkonsentrasi diri
pada ilmu hadits.
Ketertarikannya
itu berawal dari pembahasan-pembahasan yang ada dalam majalah al- Manar, sebuah
majalah yang diterbitkan oleh Syekh Muhammad Rasyid Ridha. Tulisantulisan sang
Syekh, sangat memukau hatinya.
Kegiatan
pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab berjudul Al-Mughni 'an Hamli
al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min al-Akhbar, karya al-Iraqi, berupa
takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya' Ulumuddin-nya
Al-Ghazali. Awalnya kegiatan Al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh
ayahnya. Ia mengomentarinya begini, ''Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan
orang-orang pailit (bangkrut).''
Namun
Syekh al-Albani justru semakin cinta terhadap dunia hadits. Pada perkembangan
berikutnya, Al-Albani tidak memiliki cukup uang untuk membeli kitab-kitab.
Karenanya, beliau memanfaatkan Perpustakaan adh-Dhahiriyah di Damaskus. Di
samping juga meminjam buku-buku dari beberapa perpustakaan khusus.
Begitulah,
hadits menjadi kesibukan rutinnya sampai-sampai ia menutup kios reparasi
jamnya. Al-Albani lebih betah berlama-lama dalam perpustakaan adh-Dhahiriyah,
sehingga setiap harinya mencapai 12 jam. Tidak pernah istirahat mentelaah
kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu shalat tiba. Untuk makannya, seringkali
hanya sedikit makanan yang dibawanya ke perpustakaan. Akhirnya kepala kantor perpustakaan
memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuknya. Bahkan kemudian ia
diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, Al-Albani
makin leluasa mempelajari banyak sumber.
Syekh
Al-Albani pernah dua kali mendekam dalam penjara. Kali pertama selama satu
bulan dan kali kedua selama enam bulan. Itu tidak lain karena gigihnya beliau
berdakwah kepada sunnah dan memerangi bid'ah sehingga orang-orang yang dengki
kepadanya menebarkan fitnah.
Pengalaman
mengajarnya dilakukan ketika menjadi pengajar di Jami'ah Islamiyah (Universitas
Islam Madinah) selama tiga tahun. Dari tahun 1381-1383 H, ia mengajar tentang
hadits dan ilmu-ilmu hadits. Setelah itu ia pindah ke Yordania. Pada tahun 1388
H, Departemen Pendidikan meminta kepada Syekh Al-Albani untuk menjadi ketua
jurusan Dirasah Islamiyah pada Fakultas Pasca Sarjana di sebuah Perguruan
Tinggi di Kerajaan Yordania.
Tetapi
situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan beliau memenuhi permintaan itu.
Pada tahun 1395-1398 H ia kembali ke Madinah untuk bertugas sebagai anggota
Majelis Tinggi Jam'iyah Islamiyah di sana. Di negeri itu pula, Al-Albani
mendapat penghargaan tertinggi dari kerajaan Saudi Arabia berupa King Faisal
Fundation tanggal 14 Dzulkaidah 1419 H. Sebelum berpulang, Syekh Al-Albani
berwasiat agar perpustakaan pribadinya, baik berupa buku-buku yang sudah
dicetak, buku-buku hasil foto kopi, manuskripmanuskrip (yang ditulis olehnya
ataupun orang lain) seluruhnya diserahkan kepada pihak Perpustakaan Jami'ah. Ia
wafat pada hari Jum'at malam Sabtu tanggal 21 Jumada Tsaniyah 1420 H atau
bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yordania.
Karya-karya
beliau amat banyak, ada yang sudah dicetak, ada yang masih berupa manuskrip dan
ada yang mafqud (hilang). Jumlahnya sekitar 218 judul. Karya yang terkenal
antara lain :
*
Dabuz-Zifaf fi As-Sunnah al-Muthahharah
*
Al-Ajwibah an-Nafi'ah 'ala as'ilah masjid al-Jami'ah
*
Silisilah al-Ahadits ash Shahihah
*
Silisilah al-Ahadits adh-Dha'ifah wal Maudhu'ah
*
At-Tawasul wa anwa'uhu
*
Ahkam Al-Jana'iz wabida'uha.
Di
samping itu, beliau juga memiliki buku kumpulan ceramah, bantahan terhadap
berbagai pemikiran sesat, dan buku berisi jawaban-jawaban tentang pelbagai
masalah yang bermanfaat. (yus/berbagai sumber)[republic Al-Jazari
''Tak
mungkin mengabaikan hasil karya Al-Jazari yang begitu penting. Dalam bukunya,
ia begitu detail memaparkan instruksi untuk mendesain, merakit, dan membuat
sebuah mesin'' (Donald Hill).
Kalimat
di atas merupakan komentar Donald Hill, seorang ahli teknik asal Inggris yang
tertarik dengan sejarah teknologi, atas buku karya ahli teknik Muslim yang
ternama, Al- Jazari.
Al-Jazari
merupakan ahli teknik yang luar biasa pada masanya. Nama lengkapnya adalah Badi
Al-Zaman Abullezz Ibn Alrazz Al-Jazari. Dia tinggal di Diyar Bakir, Turki,
selama abad kedua belas.
Ia
dipanggil Al-Jazari karena lahir di Al-Jazira, sebuah wilayah yang terletak di
antara Tigris dan Efrat, Irak. Seperti ayahnya ia mengabdi pada raja-raja Urtuq
atau Artuqid di Diyar Bakir dari 1174 sampai 1200 sebagai ahli teknik.
Pada
1206 ia merampungkan sebuah karya dalam bentuk buku yang berkaitan dengan dunia
teknik. Bukunya bertajuk Al-Jami Baim Al-Ilm wal Amal Al-Nafi Fi Sinat'at Al
Hiyal. Bukunya ini berisi tentang teori dan praktik mekanik.
Karyanya
ini sangat berbeda dengan karya ilmuwan lainnya, karena dengan piawainya
Al-Jazari membeberkan secara detail hal yang terkait dengan mekanika. Dan
merupakan kontribusi yang sangat berharga dalam sejarah teknik.
Keunggulan
buku tersebut mengundang decak kagum dari ahli teknik asal Inggris, Donald Hill
(1974). Donald berkomentar bahwa dalam sejarah, begitu pentingnya karya
Al-Jazari tersebut. Pasalnya, kata dia, dalam buku Al-Jazari, terdapat
instruksi untuk merancang, merakit, dan membuat mesin.
Ia
menjabarkan sekitar lima puluh peralatan mekanik dalam enam kategori yang
berbeda.
Termasuk
jam air, alat mencuci tangan atau mesin wadu dan mesin pemompa air.
Pada
acara World of Islam Festival yang diselenggarakan di Inggris pada 1976, banyak
orang yang berdecak kagum dengan hasil karya Al-Jazari. Pasalnya, Science
Museum merekonstruksi kerja gemilang Al-Jazari, yaitu jam air.
Ketertarikan
Donald Hill terhadap karya Al-Jazari membuatnya terdorong untuk menerjemahkan
karya Al-Jazari pada 1974, atau enam abad dan enam puluh delapan tahun setelah
pengarangnya menyelesaikan karyanya.
Tulisan
Al-Jazari juga dianggap unik karena memberikan gambaran yang begitu detail dan
jelas. Sebab ahli teknik lainnya lebih banyak mengetahui teori saja atau mereka
menyembunyikan pengetahuannya dari orang lain. Bahkan ia pun menggambarkan
metode rekonstruksi peralatan yang ia temukan.
Karyanya
juga dianggap sebagai sebuah manuskrip terkenal di dunia, yang dianggap sebagai
teks penting untuk mempelajari sejarah teknologi. Isinya diilustrasikan dengan
miniatur yang menakjubkan. Hasil kerjanya ini kerap menarik perhatian bahkan
dari dunia Barat.
Dengan
karya gemilangnya, ilmuwan dan ahli teknik Muslim ini telah membawa masyarakat
Islam pada abad ke-12 pada kejayaan. Ia hidup dan bekerja di Mesopotamia selama
25 tahun. Ia mengabdi di istana Artuqid, kala itu di bawah naungan Sultan Nasir
al-Din Mahmoud.
Al-Jazari
memberikan kontribusi yang pentng bagi dunia ilmu pengetahuan dan masyarakat. Mesin
pemompa air yang dipaparkan dalam bukunya, menjadi salah satu karya yang
inspiratif. Terutama bagi sarjana teknik dari belahan negari Barat.
Jika
menilik sejarah, pasokan air untuk minum, keperluan rumah tangga, irigasi dan
kepentingan industri merupakan hal vital di negara-negara Muslim. Namun
demikian, yang sering menjadi masalah adalah terkait dengan alat yang efektif
untuk memompa air dari sumber airnya.
Masyarakat
zaman dulu memang telah memanfaatkan sejumlah peralatan untuk mendapatkan air.
Yaitu, Shaduf maupun Saqiya. Shaduf dikenal pada masa kuno, baik di Mesir
maupun Assyria. Alat ini terdiri dari balok panjang yang ditopang di antara dua
pilar dengan balok kayu horizontal.
Sementara
Saqiya merupakan mesin bertenaga hewan. Mekanisme sentralnya terdiri dari dua
gigi. Tenaga binatang yang digunakan adalah keledai maupun unta dan Saqiya
terkenal pada zaman Roma.
Para
ilmuwan Muslim melakukan eksplorasi peralatan tersebut untuk mendapatkan hasil
yang lebih memuaskan. Al-Jazari merintis jalan ke sana dengan menguraikan mesin
yang mampu menghasilkan air dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dengan mesin
yang pernah ada sebelumnya.
Al-Jazari,
kala itu, memikul tanggung jawab untuk merancang lima mesin pada abad ketiga
belas. Dua mesin pertamanya merupakan modifikasi terhadap Shaduf, mesin
ketiganya adalah pengembangan dari Saqiya di mana tenaga air menggantikan
tenaga binatang.
Satu
mesin yang sejenis dengan Saqiya diletakkan di Sungai Yazid di Damaskus dan
diperkirakan mampu memasok kebutuhan air di rumah sakit yang berada di dekat
sungai tersebut.
Mesin
keempat adalah mesin yang menggunakan balok dan tenaga binatang. Balok digerakkan
secara naik turun oleh sebuah mekanisme yang melibatkan gigi gerigi dan sebuah
engkol.
Mesin
itu diketahui merupakan mesin pertama kalinya yang menggunakan engkol sebagai
bagian dari sebuah mesin. Di Eropa hal ini baru terjadi pada abad 15. Dan hal
itu dianggap sebagai pencapaian yang luar biasa.
Pasalnya,
engkol mesin merupakan peralatan mekanis yang penting setelah roda. Ia
menghasilkan gerakan berputar yang terus menerus. Pada masa sebelumnya memang
telah ditemukan engkol mesin, namun digerakkan dengan tangan. Tetapi, engkol
yang terhubung dengan sistem rod di sebuah mesin yang berputar ceritanya lain.
Penemuan
engkol mesin sejenis itu oleh sejarawan teknologi dianggap sebagai peralatan
mekanik yang paling penting bagi orang-orang Eropa yang hidup pada awal abad
kelima belas. Bertrand Gille menyatakan bahwa sistem tersebut sebelumnya tak
diketahui dan sangat terbatas penggunaannya.
Pada
1206 engkol mesin yang terhubung dengan sistem rod sepenuhnya dikembangkan pada
mesin pemompa air yang dibuat Al-jazari. Ini dilakukan tiga abad sebelum
Francesco di Giorgio Martini melakukannya.
Sedangkan
mesin kelima, adalah mesin pompa yang digerakkan oleh air yang merupakan
peralatan yang memperlihatkan kemajuan lebih radikal. Gerakan roda air yang ada
dalam mesin itu menggerakan piston yang saling berhubungan.
Kemudian,
silinder piston tersebut terhubung dengan pipa penyedot. Dan pipa penyedot
selanjutnya menyedot air dari sumber air dan membagikannya ke sistem pasokan
air.
Pompa
ini merupakan contoh awal dari double-acting principle. Taqi al-Din kemudian
menjabarkannya kembali mesin kelima dalam bukunya pada abad keenam belas.
[republika.co.id]
Tag :
Tokoh
0 Komentar untuk "Al Zahrawi (Pemimpin Segala Operasi Bedah Tanpa Keraguan)"