Allah SWT berkehendak untuk menciptakan Nabi Adam. Allah SWT
berfirman kepada para
malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
khalifah di bumi. " (QS.
al-Baqarah: 30)
Terdapat perbedaan pendapat berkenaan
dengan makna khilafah (perihal menjadi khalifah) Nabi Adam. Ada yang
mengatakan, bahwa ia sebagai khalifah dari kelompok manusia yang pertama-tama
datang ke bumi di mana kelompok ini membuat kerusakan dan menumpahkan darah di
dalamnya. Ada yang mengatakan, bahwa ia adalah khalifatullah, dengan pengertian
bahwa ia sebagai khalifah (utusan Allah) dalam melaksanakan
perintah-perintah-Nya dan hukum-hukum-Nya, karena ia adalah utusan Allah yang
pertama. Demikianlah yang kami yakini.
Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah saw
tentang Nabi Adam: "Apakah ia sebagai nabi yang
diutus?" Beliau menjawab: "Benar." Beliau
ditanya: "Ia menjadi rasul bagi siapa? Sementara di bumi tidak ada seorang
pun?" Beliau menjawab: "Ia menjadi rasul bagi anak-anaknya."
Tabir penciptaan disingkap di tengah-tengah
para malaikat-Nya. Allah SWT berfirman: "Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi.' Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan
khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan
Engkau ?' Tuhan berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.'" (QS. al-Baqarah: 30)
Berkenaan dengan ayat tersebut, para
mufasir memberikan komentar yang beragam. Dalam
tafsir al-Manar disebutkan: "Sesungguhnya ayat-ayat ini
termasuk ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat ditafsirkan zahirnya. Sebab,
dilihat dari ketentuan dialog (at-Takhathub) ia mengandung konsultasi dari
Allah SWT. Tentu yang demikian itu mustahil bagi-Nya. Di samping itu, ia juga
mengandung pemberitahuan dari-Nya kepada para malaikat yang kemudian diikuti dengan
penentangan dan perdebatan dari mereka. Hal seperti ini tidak layak bagi Allah
SWT dan bagi para malaikat-Nya. Saya lebih setuju untuk mengalihkan makna
cerita tersebut pada sesuatu yang lain."
Sedangkan dalam tafsir al-Jami' li
Ahkamil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada
para malaikat-Nya, bahwa jika Dia menjadikan ciptaan di muka bumi maka mereka
akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah." Ketika Allah berfirman: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi, " (QS.
al-Baqarah: 30) Mereka bertanya: "Apakah ini adalah khalifah yang Engkau
ceritakan kepada kami bahwa mereka akan membuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan
darah, ataukah khalifa selainnya?"
Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya para malaikat
melalui fitrah mereka yang suci yang tidak membayangkan kecuali kebaikan dan
kesucian, mereka mengira bahwa tasbih dan mengultuskan Allah adalah puncak dari
segala wujud. Puncak ini terwujud dengan adanya mereka, sedangkan pertanyaan
mereka hanya menggambarkan keheranan mereka, bukan berasal dari penentangan
atau apa pun juga."
Kita melihat bagaimana para mufasir
berijtihad untuk menyingkap hakikat, lalu Allah SWT menyingkapkan kedalaman
dari Al-Qur'an pada masing-masing dari mereka. Kedalaman Al- Qur'an sangat
mengagumkan. Kisah tersebut disampaikan dalam gaya dialogis, suatu gaya yang
memiliki pengaruh yang kuat. Tidakkah Anda melihat bahwa Allah SWT berfirman: "Kemudian
Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi: Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku
dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan
suka hati.'" (QS. Fushshilat: 11)
Apakah seseorang membayangkan bahwa Allah
SWT berbicara dengan langit dan bumi, dan bumi dan langit pun menjawabnya
sehingga terjadi dialog ini di antara mereka? Sesungguhnya Allah SWT
memerintahkan langit dan bumi sehingga keduanya taat. Allah SWT menggambarkan
apa yang terjadi dengan gaya dialogis hanya untuk meneguhkan dalam pikiran dan
menegaskan maknanya serta penjelasannya. Penggunaan gaya dramatis dalam kisah
Nabi Adam mengisyaratkan makna yang dalam.
Kita membayangkan bahwa Allah SWT ketika
menetapkan penciptaan Nabi Adam, Dia memberitahukan kepada malaikat-Nya dengan
tujuan agar mereka bersujud kepadanya, bukan dengan tujuan mengambil pendapat
mereka atau bermusyawarah dengan mereka. Maha Suci Allah SWT dari hal yang
demikian itu. Allah SWT memberitahukan mereka bahwa Dia akan menjadikan seorang
hamba di muka bumi, dan bahwa khalifah ini akan mempunyai keturunan dan
cucu-cucu, di mana mereka akan membuat kerusakkan di muka bumi dan menumpahkan darah
di dalamnya. Lalu para malaikat yang suci mengalami kebingungan. Bukankah
mereka selalu bertasbih kepada Allah dan mensucikan-Nya, namun mengapa khalifah
yang terpilih itu bukan termasuk dari mereka? Apa rahasia hal tersebut, dan apa
hikmah Allah dalam masalah ini? Kebingungan melaikat dan keinginan mereka untuk
mendapatkan kemuliaan sebagai khalifah di muka bumi, dan keheranan mereka
tentang penghormatan Adam dengannya, dan masih banyak segudang pertanyaan yang
tersimpan dalam diri mereka. Namun Allah SWT segera menepis keraguan mereka dan
kebingungan mereka, dan membawa mereka menjadi yakin dan berserah diri.
Firman-Nya:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang kamu tidak ketahui." (QS.
al-Baqarah: 30)
Ayat tersebut menunjukan keluasan ilmu Allah SWT dan keterbatasan
ilmu para malaikat, yang karenanya mereka dapat berserah diri dan meyakini
kebenaran kehendak Allah. Kita tidak membayangkan terjadinya dialog antara
Allah SWT dan para malaikat sebagai bentuk pengultusan terhadap Allah dan
penghormatan terhadap para malaikat-Nya. Dan kita meyakini bahwa dialog terjadi
dalam diri malaikat sendiri berkenaan dengan keinginan mereka untuk mengemban
khilafah di muka bumi, kemudian Allah SWT memberitahu mereka bahwa tabiat mereka
bukan disiapkan untuk hal tersebut.
Sesungguhnya tasbih pada Allah SWT dan
menyucikan-Nya adalah hal yang sangat mulia di alam wujud, namun khilafah di
muka bumi bukan hanya dilakukan dengan hal itu. Ia membutuhkan karakter yang lain,
suatu karakter yang haus akan pengetahuan dan lumrah baginya kesalahan.
Kebingungan atau keheranan ini, dialog yang terjadi dalam jiwa para malaikat
setelah diberitahu tentang penciptaan Nabi Adam, semua ini layak bagi para
malaikat dan tidak mengurangi kedudukan mereka sedikit pun. Sebab, meskipun
kedekatan mereka dengan Allah SWT dan penyembahan mereka terhadap-Nya serta
penghormatan-Nya kepada mereka, semua itu tidak menghilangkan kedudukan mereka sebagai
hamba Allah SWT di mana mereka tidak mengetahui ilmu Allah SWT dan hikmah-Nya
yang tersembunyi, serta alam gaibnya yang samar. Mereka tidak mengetahui
hikmah-Nya yang tinggi dan sebab-sebab perwujudannya pada sesuatu.
Setelah beberapa saat para malaikat akan
memahami bahwa Nabi Adam adalah ciptaan baru, di mana dia berbeda dengan mereka
yang hanya bertasbih dan menyucikan Allah, dan dia pun
berbeda dengan hewan-hewan bumi dan makhluk-makhluk yang ada
di dalamnya yang hanya menumpahkan darah dan membuat kerusakkan. Sesungguhnya
Nabi Adam akan menjadi ciptaan baru dan keberadaannya disertai dengan hikmah
yang tinggi yang tidak ada seorang pun mengetahuinya kecuali Allah SWT. Allah
SWT berfirman:
"Dan Aku tidak menciptkan jin dan
manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku." (QS. adz-
Dzariyat: 56)
Ibnu Abbas membaca ayat tersebut: "Liya'rifuun"
(agar mereka mengenal Aku). Pengetahuan merupakan tujuan dari penciptaan
manusia. Dan barangkali pendekatan yang terbaik berkenaan dengan tafsir ayat
tersebut adalah apa yang disampaikan oleh Syekh Muhammad Abduh: "Dialog
yang terdapat dalam ayat tersebut adalah urusan Allah SWT dengan para malaikat-Nya
di mana Dia menggambarkan kepada kita dalam kisah ini dengan ucapan, pertanyaan,
dan jawaban. Kita tidak mengetahui hakikat hal tersebut. Tetapi kita mengetahui
bahwa dialog tersebut tidak terjadi sebagaimana lazimnya yang dilakukan oleh
sesama kita, manusia."
Para malaikat mengetahui bahwa Allah SWT
akan menciptakan khalifah di muka bumi. Allah SWT menyampaikan perintah-Nya kepada
mereka secara terperinci. Dia memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan manusia
dari tanah. Maka ketika Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh di dalamnya,
para malaikat harus bersujud kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud
tersebut adalah sujud penghormatan, bukan sujud ibadah, karena sujud ibadah hanya
diperuntukkan kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.'
Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh
(ciptaan)Ku; hendaklah kamu bersyukur dengan bersujud kepadanya. ' Lalu seluruh
malikat itu bersujud semuanya, kecuali Iblis. Dia menyombongkan diri dan dia termasuk
orang-orang yang kafir. " (QS.
Shad: 71-74)
Allah SWT mengumpulkan segenggam tanah dari bumi; di dalamnya
terdapat yang berwarna putih, hitam, kuning, coklat dan merah. Oleh karena itu,
manusia memiliki beragam warna kulit. Allah SWT mencampur tanah dengan air
sehingga menjadi tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi
bentuk. Dari tanah inilah Allah menciptakan Nabi Adam. Allah SWT menyempurnakannya
dengan kekuasaan-Nya lalu meniupkan roh-Nya di dalamnya, kemudian bergeraklah
tubuh Nabi Adam dan tanda kehidupan mulai ada di dalamnya. Selanjutnya, Nabi
Adam membuka kedua matanya dan ia melihat para malaikat semuanya bersujud
kepadanya, kecuali satu makhluk yang berdiri di sana. Nabi Adam tidak tahu
siapakah makhluk yang tidak mau bersujud itu. Ia tidak mengenal namanya. Iblis
berdiri bersama para malaikat tetapi ia bukan berasal dari golongan mereka.
Iblis berasal dari kelompok jin. Allah SWT menceritakan kisah penolakan Iblis
untuk sujud kepada Nabi Adam pada beberapa surah. Allah SWT berfirman:
"Allah berfirman: 'Hai Mis, apa yang
menghalangi kamu sujud kepada yang telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku.
Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu merasa termasuk orang-orang yang
lebih tinggi? 'Iblis berkata: 'Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan
aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.' Allah berfirman: 'Maka
keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk.
Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan.' Mis berkata: 'Ya
Tuhanku, ben tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.' Allah berfirman:
'Sesungguhnya kamu termasuk orangorang yang diberi tangguh, sampai kepada hari
yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat).' Iblis menjawab: 'Demi
kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hambahamba- Mu yang
mukhlis di antara mereka.'" (QS.
Shad: 75-83)
Nabi Adam mengikuti peristiwa yang
terjadi di depannya. Ia merasakan suasana cinta, rasa takut, dan kebingungan.
Nabi Adam sangat cinta kepada Allah SWT yang telah menciptakannya dan
memuliakannya dengan memerintahkan para malaikat-Nya untuk sujud kepadanya.
Adam juga merasa takut saat melihat Allah SWT marah terhadap iblis dan mengusirnya
dari pintu rahmat-Nya. Ia merasakan kebingungan ketika melihat makhluk ini yang
membencinya, padahal ia belum mengenalnya. Makhluk itu membayangkan bahwa ia
lebih baik dari Nabi Adam, padahal tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa salah
satu dari mereka lebih baik dibandingkan dengan yang lain. Kemudian alangkah
anehnya alasan iblis. Ia membayangkan bahwa api lebih baik dari tanah. Dari
mana ia mendapatkan ilmu ini? Seharusnya ilmu ini berasal dari Allah SWT karena
Dialah yang menciptakan api dan tanah dan mengetahui mana di antara keduanya
yang paling utama. Dari dialog tersebut, Nabi Adam mengetahui bahwa iblis adalah
makhluk yang memakai atribut keburukan dan sifat yang tercela. Ia meminta
kepada Allah SWT agar mengekalkannya sampai hari kebangkitan. Iblis tidak ingin
mad. Namun Allah SWT mengetahui bahwa ia akan tetap hidup sampai hari yang
ditentukan. Ia akan hidup sampai menjemput ajalnya dan kemudian mati. Nabi Adam
mengetahui bahwa Allah SWT telah melaknat iblis dan telah mengusirnya dari rahmat-Nya.
Akhirnya, Nabi Adam mengetahui musuh abadinya. Nabi Adam bingung dengan kenekatan
musuhnya dan kasih sayang Allah SWT. Barangkali ada seseorang yang bertanya
kepada saya: "Mengapa Anda tidak meyakini terjadi dialog antara Allah SWT
dan para malaikat-Nya dan Anda cenderung menakwilkan ayat-ayat tersebut,
sedangkan Anda menerima adanya dialog antara Allah dan iblis." Saya jawab:
"Sesungguhnya akal menunjukkan kita kepada kesimpulan tersebut. Terjadinya
dialog antara Allah SWT dan para malaikat-Nya adalah hal yang mustahil karena
para malaikat suci dari kesalahan dan dosa dan keinginan-keinginan manusiawi yang
selalu mencari ilmu. Sesuai dengan karakter penciptaan mereka, mereka adalah
pasukan yang setia dan mulia. Adapun iblis ia terikat dan tunduk terhadap
ketentuan agama, dan karakternya sebagai jin mendekati karakter jenis ciptaan
Nabi Adam. Dengan kata lain, bahwa jin dapat beriman dan dapat juga menjadi
kafir. Sesungguhnya kecenderungan agama mereka dapat saja tidak berfungsi
ketika mereka tertipu oleh kesombongan yang palsu sehingga mereka mempunyai
gambaran yang salah. Maka dari sisi inilah terjadi dialog. Dialog di sini
berarti kebebasan. Tabiat manusia dan jin cenderung untuk menggunakan
kebebasannya, sedangkan tabiat para malaikat tidak dapat menggunakan kebebasan.
Nabi Adam menyaksikan secara langsung—setelah penciptaannya— kadar kebebasan
yang Allah SWT berikan kepada makhluk-Nya yang terkena tanggung jawab.
Terjadinya pelajaran ini di depan Nabi Adam mengandung maksud yang dalam.
Allah SWT tidak pernah mencabut kebebasan
yang diberikan-Nya kepada iblis. Namun pada akhirnya, iblis tetap sebagai hamba
yang kafir. Iblis benar-benar menolak untuk sujud kepada Nabi Adam. Allah SWT
mengetahui bahwa ia akan menolak untuk sujud kepada Nabi Adam dan akan
menentang-Nya. Bisa saja Allah SWT menghancurkannya atau mengubahnya menjadi
tanah namun Allah memberikan kebebasan kepada makhlukmakhluk- Nya yang dibebani tanggung jawab. Dia memberikan
kepada mereka kebebasan mutlak sehingga mereka bisa saja menolak perintah-Nya.
Tetapi yang perlu diperhatikan bahwa keingkaran orang-orang kafir dan
orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya tidak berarti meng-urangi kebesaran kerajaan-Nya
dan sebaliknya, keimanan orang-orang mukmin dan kepatuhan orang-orang yang taat
tidak berarti menambah kebesaran kekuasaan-Nya. Semua itu kembali kepada
mereka. Adam menyadari bahwa kebebasan di alam wujud adalah merupakan karunia
yang Allah SWT berikan kepada makhluk-Nya. Allah SWT memberikan balasan yang
setimpal atas penggunaan kebebasan itu. Setelah mempelajari pelajaran
kebebasan, Nabi Adam mempelajari pelajaran kedua dari Allah SWT, yaitu ilmu.
Nabi Adam mengetahui bahwa iblis adalah simbol kejahatan di alam wujud.
Sebagaimana ia mengetahui bahwa para malaikat adalah simbol kebaikan, sementara
ia belum mengenal dirinya saat itu. Kemudian Allah SWT memberitahukan kepadanya
tentang hakikatnya, hikrnah penciptaannya, dan rahasia penghormatannya. Allah SWT
berfirman:
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya. " (QS. al- Baqarah: 31)
Allah SWT memberinya rahasia kemampuan untuk meringkas
sesuatu dalam simbolsimbol dan nama-nama. Allah SWT mengajarinya untuk
menamakan benda-benda: ini burung, ini bintang, ini pohon, ini awan, dan
seterusnya. Nabi Adam mempelajari semua nama-nama tersebut. Yang dimaksud
dengan nama-nama di sini adalah ilmu dan pengetahuan. Allah SWT menanamkan
pengetahuan yang luas dalam jiwa Nabi Adam dan keinginan yang terus mendorongnya
untuk mengetahui sesuatu. Hasrat untuk menggali ilmu dan belajar juga diwariskan
kepada anak-anaknya Nabi Adam. Inilah tujuan dari penciptaan Nabi Adam dan inilah
rahasia di balik penghormatan para malaikat kepadanya. Setelah Nabi Adam
mempelajari nama benda-benda; kekhususannya dan kemanfaatannya, Allah SWT
menunjukkan bendabenda tersebut atas para malaikat-Nya dan berkata: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itujika kamu memang orang-orangyang benar. "
(QS. al-Baqarah: 31)
Yang dimaksud adalah kebenaran mereka untuk menginginkan
khilafah. Para malaikat memperhatikan sesuatu yang ditunjukkan oleh Allah SWT
kepada mereka, namun mereka tidak mengenali nama-namanya. Mereka mengakui di
hadapan Allah SWT tentang kelemahan mereka untuk menamai benda-benda tersebut
atau memakai simbolsimbol untuk mengungkapkannya. Para malaikat berkata sebagai
bentuk pengakuan terhadap ketidakmampuan mereka:
"Maha Suci Engkau." (QS. al-Baqarah: 32)
Yakni, kami menyucikan-Mu dan mengagungkan-Mu.
"Tidak ada yang kami ketahui selain
dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Baqarah: 32) Yakni, mereka mengembalikan semua ilmu
kepada Allah SWT. Allah SWT berkata kepada Adam: "Hai Adam, beritahukanlah
kepada mereka nama-nama benda ini." (QS. al-Baqarah: 33) Kemudian
Nabi Adam memberitahu mereka setiap benda yang Allah SWT tunjukkan kepada mereka
dan mereka tidak mengenali nama-namanya: "Dan Dia mengajarkan kepada
Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para
malaikat itu lalu berfirman: 'Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu memang orang-orang yang benar.' Mereka menjawab: 'Maha Suci Engkau. Tidak
ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: 'Hai
Adam, beritahukanlah kepada mereka
nama-nama benda ini.' Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama
benda-benda itu, Allah berfirman: 'Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa
sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang
kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?'"(QS. al-Baqarah: 31-33)
Allah SWT ingin berkata kepada para malaikat, bahwa Dia mengetahui
keheranan yang mereka tunjukkan, ketika Dia memberitahu mereka tentang penciptaan
Nabi Adam sebagaimana Dia mengetahui kebingungan yang mereka sembunyikan dan
sebagaimana juga Dia mengetahui kemaksiatan dan pengingkaran yang disembunyikan
oleh iblis. Para malaikat menyadari bahwa Nabi Adam adalah makhluk yang
mengetahui sesuatu yang tidak mereka ketahui. Ini adalah hal yang sangat mulia.
Dan para malaikat mengetahui, mengapa Allah memerintahkan mereka untuk bersujud
kepadanya sebagaimana mereka memahami rahasia penciptaannya sebagai khalifah di
muka bumi, di mana ia akan menguasainya dan memimpin di dalamnya dengan ilmu
dan pengetahuan. Yaitu, pengetahuan terhadap Sang Pencipta yang kemudian dinamakan
dengan Islam atau iman. Para malaikat pun mengetahui sebab-sebab kemakmuran
bumi dan pengubahannya dan penguasaanya, serta semua hal yang berkenaan dengan
ilmu-ilmu mated di muka bumi. Adalah hal yang maklum bahwa kesempurnaan manusia
tidak akan terwujud kecuali dengan pencapaian ilmu yang dengannya manusia dapat
mengenal Sang Pencipta, dan ilmu-ilmu yang berkenaan dengan alam. Jika manusia
berhasil di satu sisi, namun gagal di sisi yang lain maka ia laksana burung
yang terbang dengan sayap satu di mana setiap kali ia terbang sayap yang lain
mencegahnya.
Nabi Adam mengetahui semua nama-nama dan
terkadang ia berbicara bersama para malaikat, namun para malaikat disibukkan
dengan ibadah kepada Allah SWT. Oleh karena itu, Adam merasa kesepian. Kemudian
Adam tidur dan tatkala ia bangun ia mendapati seorang perempuan yang memiliki
mata yang indah, dan tampak penuh dengan kasih sayang. Kemudian terjadilah
dialog di antara mereka:
Adam berkata: "Mengapa kamu berada di sini sebelum
saya tidur." Perempuan itu menjawab: "Ya." Adam
berkata: "Kalau begitu, kamu datang di tengah-tengah tidurku?" Ia
menjawab: 'Ya." Adam bertanya: "Dari mana kamu datang?"
Ia menjawab: "Aku datang dari dirimu. Allah SWT menciptakan aku
darimu saat kamu tidur." Adam bertanya: "Mengapa Allah
menciptakan kamu?" Ia menjawab: "Agar engkau merasa
tenteram denganku." Adam berkata: "Segala puji bagi
Allah. Aku memang merasakan kesepian."
Para malaikat bertanya kepada Adam
tentang namanya. Nabi Adam menjawab: "Namanya Hawa." Mereka bertanya:
"Mengapa engkau menamakannya Hawa, wahai Adam?" Adam berkata:
"Karena ia diciptakan dariku saat aku dalam keadaan hidup." Nabi
Adam adalah makhluk yang suka kepada pengetahuan. Ia membagi pengetahuannya kepada
Hawa, di mana ia menceritakan apa yang diketahuinya kepada pasangannya itu, sehingga
Hawa mencintainya. Allah SWT berfirman:
"Dan Kami berfirman: 'Hai Adam,
tinggallah kamu dan istrimu di surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang
banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon
ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS. al- Baqarah: 35)
Kita tidak mengetahui tempat surga ini. Al-Qur'an tidak membicarakan
tempatnya, dan para mufasir berbeda pendapat tentang hal itu. Sebagian mereka berkata:
"Itu adalah surga yang bakal dihuni oleh manusia (jannah al-Ma'wa) dan
tempatnya di langit." Namun sebagian lagi menolak pendapat tersebut. Sebab
jika ia adalah jannah al-Ma'wa maka iblis tidak dapat memasukinya dan tidak
akan terjadi kemaksiatan di dalamnya. Sebagian lagi mengatakan: "Ia adalah
surga yang lain, yang Allah ciptakan untuk Nabi Adam dan Hawa." Bahkan ada
juga yang berpendapat bahwa ia adalah surga (taman) dari taman-taman bumi yang
terletak di tempat yang tinggi. Dan sekelompok mufasir yang lain menganjurkan
agar kita menerima ayat tersebut apa adanya dan menghentikan usaha untuk mencari
hakikatnya. Kami sendiri sependapat dengan hal ini. Sesungguhnya pelajaran yang
dapat kita ambil berkenaan dengan penentuan tempatnya tidak sedikit pun menyamai
pelajaran yang dapat kita ambil dari apa yang terjadi di dalamnya.
Nabi Adam dam Hawa memasuki surga dan di
sana mereka berdua merasakan kenikmatan manusiawi semuanya. Di sana mereka juga
mengalami pengalamanpengalaman yang berharga. Kehidupan Nabi Adam dan Hawa di
surga dipenuhi dengan kebebasan yang tak terbatas. Dan Nabi Adam mengetahui
makna kebahagiaan yang ia rasakan pada saat ia berada di surga bersama Hawa. Ia
tidak lagi mengalami kesepian. Ia banyak menjalin komunikasi dengan Hawa.
Mereka menikmati nyanyian makhluk, tasbih sungai-sungai, dan musik alam sebelum
ia mengenal bahwa alam akan disertai dengan penderitaan dan kesedihan. Allah
SWT telah mengizinkan bagi mereka untuk mendekati segala sesuatu dan menikmati
segala sesuatu selain satu pohon, yang barangkali ia adalah pohon penderitaan
atau pohon pengetahuan. Allah SWT berkata kepada mereka sebelum memasuki surga:
"Dan janganlah kamu dekati pohon
ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang
lalim.'" (QS. al-Baqarah: 35)
Nabi Adam dan Hawa mengerti bahwa mereka
dilarang untuk memakan sesuatu dari pohon ini, namun Nabi Adam adalah manusia
biasa, dan sebagai manusia ia lupa dan hatinya berbolakbalik serta tekadnya
melemah. Maka iblis memanfaatkan kemanusiaan Nabi Adam dan mengumpulkan segala
kedengkiannya yang disembunyikan dalam dadanya. Iblis terus berusaha
membangkitkan waswas dalam diri Nabi Adam. Apakah aku akan menunjukkan kepadamu
pohon keabadian dan kekuasaan yang tidak akan sirna? Nabi Adam bertanya-tanya dalam
dirinya. Apa yang akan terjadi seandainya ia memakan buah tersebut, barangkali
itu benar-benar pohon keabadian. Nabi Adam memang memimpikan untuk kekal dalam kenikmatan
dan kebebasan yang dirasakannya dalam surga.
Berlalulah waktu di mana Nabi Adam dan
Hawa sibuk memikirkan pohon itu. Kemudian pada suatu hari mereka menetapkan
untuk memakan pohon itu. Mereka lupa bahwa Alllah SWT telah mengingatkan mereka
agar tidak mendekatinya. Mereka lupa bahwa iblis adalah musuh mereka sejak
dahulu. Nabi Adam mengulurkan tangannya ke pohon itu dan memetik salah satu buahnya
dan kemudian memberikannya kepada Hawa. Akhirnya mereka berdua memakan buah
terlarang itu. Allah SWT berfirman:
"Dan durhakalah Adam kepada Tuhan
dan sesatlah ia." (QS. Thaha: 121)
Tidak benar apa yang disebutkan oleh kitab-kitab kaum Yahudi
bahwa Hawa menggoda Nabi Adam yang karenanya ia bertanggung jawab terhadap pemakanan
buah itu. Nas Al-Qur'an tidak menyebut Hawa, namun ia menyebut Nabi Adam sebagai
orang yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Demikianlah setan
disalahkan dan Nabi Adam juga disalahkan karena kesombongan. Salah seorang dari
mereka menghina manusia, dan yang lain ingin menjadi tandingan bagi Allah SWT
dalam hal kekekalan.
Belum selesai Nabi Adam memakan buah
tersebut sehingga ia merasakan penderitaan, kesedihan, dan rasa malu.
Berubahlah keadaan di sekitamya dan berhentilah musik indah yang memancar dari
dalam dirinya. Ia mengetahui bahwa ia tak berbusana, demikian juga istrinya. Akhirnya,
ia mengetahui bahwa ia seorang lelaki dan bahwa istrinya seorang wanita. Ia dan
istrinya mulai memetik daun-daun pohon untuk menutup tubuh mereka yang terbuka.
Kemudian Allah SWT mengeluarkan perintah agar mereka turun dari surga. Nabi
Adam dan Hawa turun ke bumi. Mereka keluar dari surga. Nabi Adam dalam keadaan sedih
sementara Hawa tidak henti-hentinya menangis. Karena ketulusan taubat mereka, akhirnya
Allah SWT menerima taubat mereka dan Allah SWT memberitahukan kepada mereka bahwa
bumi adalah tempat mereka yang asli, di mana mereka akan hidup di dalamnya,
mati di atasnya, dan akan dibangkitkan darinya pada hari kebangkitan. Allah SWT
berfirman:
"Di bumi itu kamu hidup dan di bumi
itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan. " (QS.
al-A'raf: 25)
Kemudian Allah SWT menceritakan kisah tentang pelajaran ketiga
yang diperoleh Nabi Adam selama keberadaannya di surga dan setelah keluarnya ia
darinya dan turunnya ia ke bumi. Allah SWT berfirman: "Dan Sesungguhnya
telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu),
dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. Dan (ingatlah) ketika Kami
berkata kepada malaikat: 'Sujudlah kamu kepada Adam,' maka mereka sujud
kecuali Mis. La membangkang. Maka Kami berkata: "Hai Adam,
sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka
sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang
menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya
dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan
tidak pula akan ditimpa panas matahari di dalamnya.' Kemudian setan
membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: 'Hai Adam, maukah
saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan
binasa ?' Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah bagi
keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun
(yang ada di) surga, dan durhakalah Adam dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya
memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk. Allah berfirman:
'Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh
bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku,
lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan
tidak akan celaka.'" (QS. Thaha: 115-123)
Sebagian orang menganggap bahwa Nabi Adam
keluar dari surga karena kesalahannya dan kemaksiatannya. Ini adalah anggapan
yang tidak benar karena Allah SWT berkehendak menciptakan Nabi Adam di mana Dia
berkata kepada malaikat: "Sesungguhnya aku akan menjadikan seorang
khalifah di muka bumi." Dan Dia tidak mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya
aku akan menjadikan khalifah di surga."
Tidaklah turunnya Nabi Adam ke bumi
sebagai penurunan penghinaan tetapi ia merupakan penurunan kemuliaan
sebagaimana dikatakan oleh kaum sufi. Allah SWT mengetahui bahwa Nabi Adam dan
Hawa akan memakan buah itu, dan selanjutnya mereka akan turun ke bumi.
Allah SWT juga mengetahui bahwa setan akan merampas
kebebasan mereka. Pengalaman merupakan dasar penting dari proses menjadi
khalifah di muka bumi agar Nabi Adam dan Hawa mengetahui—begitu juga keturunan
mereka— bahwa setan telah mengusir kedua orang tua mereka dari surga, dan bahwa
jalan menuju surga dapat dilewati dengan ketaatan kepada Allah SWT dan permusuhan
pada setan.
Apakah dikatakan kepada kita bahwa
manusia adalah makhluk yang terpaksa, dan bahwa Nabi Adam terpaksa atau dipaksa
untuk berbuat kesalahan sehingga ia keluar dari surga dan kemudian turun ke
bumi? Sebenarnya anggapan ini tidak kalah bodohnya dari anggapan pertama.
Sebab, Nabi Adam merasakan kebebasan sepenuhnya, yang karenanya ia mengemban
tanggung jawab dari perbuatannya. Ia durhaka dan memakan buah tersebut sehingga
Allah SWT mengeluarkannya dari surga. Maksiat yang dilakukannya tidak
berlawanan dengan kebebasannya, bahkan keberadaannya yang asli bersandar kepada
kebebasannya. Alhasil, Allah SWT mengetahui apa yang bakal terjadi. Dia
mengetahui sesuatu sebelum terjadinya sesuatu itu. Pengetahuan-Nya itu berarti
cahaya yang menyingkap, bukan kekuatan yang memaksa. Dengan kata lain, Allah
SWT mengetahui apa yang akan terjadi, tetapi Dia tidak men-cegahnya atau
mendorongnya agar terjadi. Allah SWT memberikan kebebasan kepada
hamba-hamba-Nya dan semua makhluk-Nya. Yang demikian itu berkenaan dengan hikmah-Nya
yang tinggi dalam memakmurkan bumi dan mengangkat khalifah di dalamnya.
Nabi Adam memahami pelajaran ketiga. Ia
memahami bahwa iblis adalah musuhnya. Secara pasti ia mengerti bahwa iblis
adalah penyebab ia kehilangan nikmat dan penyebab kehancurannya. Ia mengerti
bahwa Allah SWT akan menyiksa seseorang jika ia berbuat maksiat, dan bahwa
jalan menuju ke surga dapat dilewati dengan ketaatan kepada Allah SWT.
Ia memahami bahwa Allah SWT menerima taubat, memaafkan,
menyayangi, dan memilih. Allah SWT mengajari mereka agar beristigfar dan
mengucapkan:
"Ya Tuhan kami, kami telah
menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi
rahmat kepada kami, niscayalah pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi."
(QS. al-A'raf: 23)
Allah SWT menerima taubatnya dan memaafkannya serta
mengirimnya ke bumi. Nabi Adam adalah Rasul pertama bagi manusia. Mulailah
kehidupan Nabi Adam di bumi. Ia keluar dari surga dan berhijrah ke bumi, dan
kemudian ia menganjurkan hal tersebut (hijrah) kepada anakanaknya dan
cucu-cucunya dari kalangan nabi. Sehingga setiap nabi memulai dakwahnya dan menyuruh
kaumnya dengan cara keluar dari negerinya atau berhijrah. Di sana Nabi Adam keluar
dari surga sebelum kenabiannya, sedangkan di sini (di bumi) para nabi biasanya
keluar (hijrah) setelah pengangkatan kenabian mereka.
Nabi Adam mengetahui bahwa ia
meninggalkan kedamaian ketika keluar dari surga. Di bumi ia harus menghadapi
penderitaan dan pergulatan, di mana ia harus menanggung kesulitan agar dapat
makan, dan ia harus melindungi dirinya dengan pakaian dan senjata, serta
melindungi istrinya dan anak-anaknya dari serangan binatang buas yang hidup di
bumi. Sebelum semua itu dan sesudahnya, ia harus meneruskan pertempurannya
dengan pangkal kejahatan yang menyebabkannya keluar dari surga, yaitu setan. Di
bumi, setan membuat waswas kepadanya dan kepada anak-anaknya sehingga mereka
masuk dalam neraka Jahim. Pertempuran antara pasukan kebaikan dan pasukan
kejahatan di bumi tidak akan pernah berhenti. Maka barangsiapa yang mengikuti
petunjuk Allah SWT, ia tidak akan merasakan ketakutan dan kesedihan, dan
barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah SWT dan mengikuti makhluk api, iblis,
maka ia akan bersamanya di neraka.
Nabi Adam mengerti semua ini. Ia
menyadari bahwa penderitaan akan menyertai kehidupannya di atas bumi.
Satu-satunya yang dapat meringankan kesedihannya adalah, bahwa ia menjadi penguasa
di bumi, yang karenanya ia harus menundukkannya, memakmurkannya, dan membangunnya
serta melahirkan keturunan yang baik di dalamnya, sehingga mereka dapat mengubah
kehidupan dan membuatnya lebih baik. Hawa melahirkan dalam satu perut seorang lelaki
dan seorang perempuan, dan pada perut berikutnya seorang lelaki dan seorang perempuan,
maka dihalalkan perkawinan antara anak lelaki dari perut pertama dengan anak perempuan
dari perut kedua. Akhirnya, anakanak
Nabi Adam menjadi besar dan menikah serta
memenuhi bumi dengan keturunannya. Nabi Adam mengajak mereka untuk menyembah Allah
SWT. Nabi Adam menyaksikan kecenderungan pertama dari anaknya terhadap pangkal kejahatan,
yaitu iblis sehingga terjadilah kejahatan pembunuhan yang pertama kali di muka
bumi. Salah seorang anak Nabi Adam membunuh saudara kandungnya sendiri. Anak
yang jahat itu membunuh saudaranya yang baik. Allah berfirman:
"Ceritakanlah kepada mereka kisah
kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya
mempersembahkan kurban, maka diterimalah dari salah seorang dari mereka berdua
(Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). (QS. al-Maidah: 27)
Dikatakan bahwa pembunuh ingin merebut istri saudara kandungannya
untuk dirinya sendiri. Nabi Adam memerintahkan mereka berdua untuk menghadirkan
kurban lalu setiap dari mereka menghadirkan kurban yang dimaksud. Allah SWT
menerima kurban dari salah satu dari mereka dan menolak kurban yang lain:
"Ia (Qabil) berkata: 'Aku pasti
membunuhmu.' Berkata Habil: 'Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari
orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku
untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku untuk
membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan sekalian alam. (QS. al- Maidah:
27-28)
Perhatikanlah bagaimana Allah SWT menyampaikan kepada kita
kalimat-kalimat yang diucapkan oleh anak Nabi Adam yang terbunuh sebagai
syahid, dan ia menyembunyikan kalimat-kalimat yang diucapkan oleh si pembunuh.
Si pembunuh mengangkat tangannya sambil mengancam, namun calon korban
pembunuhan itu berkata dengan tenang:
Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali
dengan membawa dosa membunuhku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi
penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang
lalim. " (QS. al-Maidah: 29)
Selesailah percakapan antara mereka berdua dan anak yang
jahat itu membiarkan anak yang baik beberapa saat. Setelah beberapa hari,
saudara yang baik itu tidur di tengahtengah hutan yang penuh dengan pohon. Di
hutan itu, keledai tua mati dan dagingnya dimakan oleh burung Nasar dan
darahnya ditelan oleh bumi. Yang tersisa hanya tulang belulang berserakan di
tanah. Kemudian saudaranya yang jahat membawanya menuju saudara kandungnya yang
sedang tidur, lalu ia mengangkat tangannya dan menjatuhkan dengan keras dan
cepat. Anak laki-laki baik itu tampak pucat wajahnya ketika melihat darah mengucur
darinya, lalu ia bangun. Ia bermimpi saat tidur. Lalu si pembunuh menghantam
saudaranya sehingga tidak tampak lagi gerakan dari tubuhnya. Si pembunuh puas
bahwa saudara kandungnya benar-benar mati. Pembunuh itu berdiri di depan korban
dengan tenang dan tampak pucat wajahnya.
Rasulullah saw bersabda: "Setiap
orang yang membunuh jiwa yang tak berdosa maka anak Adam yang pertama akan juga
menanggung dosanya karena ia yang pertama kali mengajarkan pembunuhan." Si
pembunuh terduduk di depan saudaranya dalam keadaan berlumuran darah. Apa yang
akan dikatakannya terhadap Nabi Adam, ayahnya, jika ia bertanya kepadanya tentang
hal itu. Nabi Adam mengetahui bahwa mereka berdua keluar bersama-sama lalu mengapa
ia kembali sendinan. Seandainya ia mengingkari pembunuhan terhadap saudaranya itu
di depan ayahnya, maka di manakah ia dapat menyembunyikan jasadnya, dan di mana
ia dapat membuangnya? Saudaranya yang terbunuh itu merupakan manusia yang
pertama kali mad di muka bumi sehingga tidak diketahui bagaimana cara
menguburkan orang yang mati. Pembunuh itu membawa jasad saudara kandungnya dan
memikulnya. Tiba-tiba keheningan itu dipecah dengan suara burung yang berteriak
sehingga ia merasa ketakutan. Pembunuh itu menoleh dan menemukan seekor burung
gagak yang berteriak di atas bangkai burung gagak yang mati. Burung gagak yang
hidup meletakkan bangkai burung gagak yang mad di atas tanah lalu ia mulai
menggali tanah dengan paruhnya dan kedua kakinya. Kemudian ia mengangkatnya
dengan paruhnya dan meletakkannya dengan lembut dalam kuburan. Lalu ia menimbunkannya
di atas tanah. Setelah itu, ia terbang di udara dan kembali berteriak. Si pembunuh
berdiri dan ia mundur untuk meraih jasad saudara kandungnya dan kemudian berteriak:
"Berkata Qabil: 'Aduhai, celaka aku,
mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak
ini, lalu aku dapat menguburkan saudaraku
ini?" (QS. al-Maidah: 31)
Ia mulai merasakan kesedihan yang sangat dalam atas apa yang
telah dilakukannya terhadap saudaranya. Ia segera menyadari bahwa ia adalah
orang yang paling buruk dan paling lemah. Ia telah membunuh orang yang paling
utama dan paling kuat. Anak Nabi Adam berkurang satu dan iblis berhasil
"mencuri" seorang anak Nabi Adam. Bergetarlah tubuh si pembunuh dan
ia mulai menangis dengan keras, lalu ia menggali kuburan saudara kandungnya.
Ketika mendengar kisah tersebut Nabi Adam berkata:
"Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi
nyata." (QS. al-Qashash: 15)
Nabi Adam merasakan kesedihan mendalam atas hilangnya salah
satu anaknya. Salah seorang dari mereka mad dan yang lain dikuasai oleh setan.
Nabi Adam salat untuk anaknya yang mati, dan kemudian ia kembali menjalani
kehidupannya di muka bumi. Beliau adalah manusia yang bekerja dan mengalami
penderitaan. Seorang Nabi yang menasihati anakanaknya dan cucu-cucunya, serta
mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT. Beliau menceritakan kejahatan iblis
kepada mereka, dan meminta kepada mereka agar berhati-hati darinya. Beliau
menceritakan pengalaman pribadinya bersama iblis kepada mereka, dan menceritakan
kehidupannya bersama anaknya yang tega membunuh saudara kandungnya sendiri.
Nabi Adam telah menjadi dewasa, lalu
tahun demi tahun datang silih berganti sehingga anakanaknya tersebar di bumi,
lalu datanglah waktu malam di atas bumi. Angin bertiup sangat kencang. Dan
bergoncanglah daun-daun pohon tua yang ditanam oleh Nabi Adam, di mana dahan-dahannya
mendekati danau sehingga buahnya menyentuh air danau. Dan ketika pohon itu
menjadi tegak setelah berlalunya angin, air mulai berjatuhan di antara
cabang-cabangnya dan tampak dari jauh bahwa pohon itu sedang menarik dirinya
(memisahkan diri) dari air dan menangis. Pohon itu sedih dan dahan-dahannya
berguncang. Sementara itu, di langit tampak bahwa bintang-bintang juga
berguncang. Cahaya bulan menerobos kamar Nabi Adam sehingga cahaya itu menerpa
wajah Nabi Adam. Wajah Nabi Adam tampak lebih pucat dan lebih muram dari wajah
bulan. Bulan mengetahui bahwa Nabi Adam akan mati.
Kamar yang sederhana, kamarnya Nabi Adam.
Nabi Adam tertidur dengan jenggotnya yang putih dan wajahnya yang bersinar di
atas tempat ddur dari dahan-dahan pohon dan bungabunga. Anak-anaknya semua
berdiri di sekelilingnya dan menunggu wasiatnya. Nabi Adam berbicara dan
memahamkan anak-anaknya bahwa hanya ada satu perahu keselamatan bagi manusia,
dan hanya ada satu senjata baginya yang dapat menenangkannya. Perahu itu adalah
petunjuk Allah SWT dan senjata itu adalah kalimatkalimat Allah SWT.
Nabi Adam menenangkan anak-anaknya, bahwa
Allah SWT tidak akan membiarkan manusia sendirian di muka bumi. Sesungguhnya
Dia akan mengutus para nabi untuk membimbing mereka dan menyelamatkan mereka.
Para nabi itu memiliki nama-nama, sifat-sifat, dan mukjizat-mukjizat yang
berbeda-beda. Tetapi mereka dipertemukan dengan satu hal, yaitu mengajak untuk
menyembah Allah SWT semata.
Demikianlah wasiat Nabi Adam kepada
anak-anaknya. Akhirnya, Nabi Adam menutup kedua matanya, dan para malaikat
memasuki kamarnya dan mengelilinginya. Had Nabi Adam tersenyum ketika
mendapatkan kata salam yang dalam, dan rohnya mencium bau bunga surga.
0 Komentar untuk "Kisah Nabi Adam AS"