"Demokrasi bisa tertindas sementara
karena kesalahannya sendiri. Tetapi setelah ia mengalami cobaan yang pahit, ia
akan muncul kembali dengan keinsyafan."
Sosok proklamator dan
Wakil Presiden pertama RI ini memang bertolak belakang dengan Soekarno yang
lebih ekspresif dan meledak-ledak. Mohammad Hatta berpenampilan kalem, tenang
dan bijak. Menurut Deliar Noer, "Hatta adalah seorang pemimpin yang
langka, yang senantiasa memperlihatkan moral tinggi dalam bergerak. Ia dikenal
sebagai pemimpin yang bersih dan tak pernah berupaya memperkaya diri dan
keluarga. Ia juga bersih dalam menilai kekuasaan yang sebenarnya dapat ia
permainkan. Dalam hubungannya dengan perempuan, ia selalu menghargai mereka
sembari tetap menjaga jarak berdasarkan akhlak yang dituntut dari seorang
muslim yang saleh. Akibatnya, ia kerap dianggap kaku dalam berhubungan.
Dulu dan kini, ia
adalah suri teladan. Hatta lahir di Aur Tajungkang Mandianin, Bukittinggi, Sumatra
Barat, 12 Agustus 1902 saat mentari pagi menyingsing. Walau latar belakang
pendidikan agamanya kental, pendidikan modern tidak ditinggalkannya.
Sembari bersekolah di
HIS Bukittinggi, ia mengaji secara teratur di bawah ajaran Syeikh Muhammad Djamil
Djambek, salah seorang pembaharu Islam di Minangkabau. Saat menempuh pendidikan
di MULO, ia memperoleh bimbingan agama dari Haji Abdullah Ahmad, yang juga
seorang pelopor pembaharu Islam di daerah tersebut. Kemudian ia menempuh pendidikan
sekolah dagang menengah, Prins Hendrik School, di Jakarta.
Hatta menjadi
bendahara Jong Sumatranen Bond (Persatuan Pemuda Sumatra) di Padang, kemudian sebagai
bendahara pengurus pusat JBS di Jakarta.
Lewat buku-buku yang
dibacanya, Hatta mampu memilih haluan politiknya menghadapi kolonialisme.
Metode nonkooperatif
mulai ia kibarkan tahun 1918 ketika menjabat Ketua Perhimpunan Indonesia,
sebuah organisasi pelajar dan mahasiswa Indonesia di Belanda. Saat itu buah
pikirannya mulai dikenal lewat berbagai tulisan di media.
Karena aktivitas politiknya,
sering ia berurusan dengan penguasa Belanda. Sebelum dibuang ke Digul dan baru
bebas ketika Jepang menduduki Indonesia (Februari 1942), pada 1927, Hatta
bersama Ali Sastroamidjojo, Nazir Pamoentjak, dan Abdulmadjid Djojohadiningrat,
pernah ditangkap pemerintah Belanda. Mereka dituduh jadi anggota perkumpulan terlarang,
serta menghasut untuk menentang Kerajaan Belanda. Hatta dituntut hukuman tiga
tahun. Tapi, karena pembelaannya berjudul Indonesia Merdeka di pengadilan
Belanda, Hatta pun akhirnya dibebaskan.
Dalam pledoi itu,lagi-Iagi
ia mengecam kolonialisme Belanda di Indonesia.
Hatta dikenal sebagai
seorang penganut sosialis.
Ia menulis di buletin
kaum sosialis macam De Vlain, De Socialist, Recht in Vrijheid. Cita-cita Hatta
tak lain adalah Indonesia merdeka yang demokratis. "Daulat tuanku"
(idiom yang melambangkan kolonialisme dan feodalisme) dalam kehidupan Indonesia
lama harus diganti dengan "daulat rakyat" (idiom yang melambangkan kehidupan
demokrasi). Tetapi kedaulatan rakyat yang dicita-citakan Hatta tidak berdasarkan
individualisme, melainkan rasa kebersamaan.
Menjelang Indonesia
merdeka, Hatta duduk sebagai anggota BPUPKI. Di dalam badan yang bertugas menyiapkan
rancangan undang-undang dasar itu, sumbangan pernikiran Hatta cukup besar.
Kebebasan berpendapat dan hak-hak warganegara dijamin dalam UUD 1945, seperti
yang tertuang pada Pasal 27, 28, 29, 31, dan 34. Selain itu, Hatta juga dikenal
sebagai perumus demokrasi ekonorni seperti yang mewarnai Pasal 33 UUD 1945.
Prestasi terbesar
Hatta adalah proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jakarta tanggal 17 Agustus 1945.
Bersama Soekarno, atas nama bangsa Indonesia, dwitunggal itu mengumandangkan
pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia setelah tiga setengah abad terjajah.
Setelah itu, PPKI menetapkannya sebagai wakil presiden pertama Indonesia.
Sebagai Wapres ia
mengeluarkan Maklumat X tanggal 16 Oktober 1945 yang memberi kesempatan kepada
rakyat untuk mendirikan partai. Saat itu Soekarno lebih menyukai pembentukan
sebuah partai nasional yang menyatukan segala kekuatan politik.
Ia melepaskan jabatan
wakil presiden di tahun 1956 karena merasa bahwa dalam UUD 1950, wakil presiden
tak banyak berfungsi. Selain itu, Hatta kurang menyukai konsep politik
Soekarno, maupun praktik korupsi di zaman itu. Mundurnya Hatta dari jabatan
strategis itu membuka jalan lebar bagi lahirnya Demokrasi Terpimpin. Tanpa
Hatta yang berasal dari luar Jawa, kepemimpinan nasional dinilai terlalu bias
ke Jawa.
Setelah mundur dari
pemerintah, Hatta semakin mengembangkan gagasan-gagasan ekonomi-politiknya.
Koperasi merupakan
salah satu pokok gagasan terbesarnya. Mohammad Hatta wafat pada tanggal 14
Maret 1980 dalam usia 78 tahun. Dalam buku berjudul Bung Hatta, Pribadinya
dalam Kenangan yang terbit tahun 1980, Halida puterinya melukiskan peristiwa tersebut:
" ... Seakan diatur oleh tangan yang lebih kuasa, masa hidupnya bagaikan
satu kali putaran matahari. Ayah dilahirkan menjelang fajar menyingsing di kala
panggilan sembahyang sedang berkumandang di surau-surau Kota Bukittinggi, dan
wafat setelah tenggelamnya matahari, menjelang berakhirnya waktu magrib ... . “
Begitulah akhir
kehidupan tokoh besar bangsa yang mengantar negeri ini menuju gerbang
kemerdekaan.
0 Komentar untuk "Mohammad Hatta Proklamator dan Wapres RI Pertama"