"Ada kesan,
pemerintah beranggapan masyarakat itu bisa dimanipulasi."
Sosok
Munir mulai hadir ketika negeri ini diguncangkan oleh sejumlah kasus orang
hilang pasca peristiwa 27 Juli 1996 dan Pemilu 1997. Ia tampil untuk membela
hak-hak orang yang dihilangkan dengan paksa.
Nyalinya
sungguh besar. Ia berani berkonfrontasi langsung dengan militer. Dominasi dan
kekejaman tentara nasional Indonesia ini memang sudah tersohor sebagai lembaga
yang kerap menggunakan kekerasan (baca: menghilangkan orang) supaya tidak
bersuara.
Pria
keturunan Arab ini lahir di Malang, pada hari Rabu, 8 Desember 1965. Gelar
sarjana hukumnya diraih di Universitas Brawijaya (Malang) tahun 1989. Ia sudah
lama berkecimpung dalam dunia advokasi sebelum menggebrak dengan KontraS-nya (ditulis
dengan S besar - begitu menurut Hermawan Sulistyo, salah seorang pendiri
KontraS).
Munir
memulai karirnya sebagai volunteer di LBH Malang, pada 1989. Ia lalu memutuskan
beraktivitas secara total di LBH. Sempat ke LBH Surabaya, pada tahun 1995, ia mendapat
promosi untuk menduduki jabatan Direktur LBH Semarang selama tiga bulan.
Hingga
akhlrnya ia ditarik ke YLBHI, Jakarta, untuk merangkap tugas sebagai
Koordinator KontraS pada tahun 1998.
19
Maret 1998 menjadi tonggak sejarah berdirinya Badan Pekerja Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Akibat kegigihan, ia secara tak langsung
membuat Danjen Kopassus Letjen Prabowo diberhentikan dan Pangdam Jaya Mayjen
Sjafrie Sjamsoeddin dimutasi. Keduanya dituding KontraS terlihat penculikan.
Munir menuntut pemerintah bertanggungjawab secara politis dan mengumumkan
keberadaan para korban.
Karena
sepak terjangnya itu majalah Asia Week mencantumkannya sebagai salah seorang
dari 20 pemimpin politik muda Asia pada milenium baru. Ia juga mendapat Yap
Thiam Hien Award dari Yayasan Pusat HAM dan penghargaan dari UNESCO (Badan PBB
untuk Ilmu Pengetahuan, Pendidikan dan Kebudayaan) karena dinilai berjasa
memperjuangkan HAM di Indonesia.
Munir
akhirnya harus lengser dari KontraS. Lantas Munir mendirikan lembaga HAM
sejenis bernama Indonesian Human Rights Monitor alias Imparsial. Dalam tahun
2004, Munir banyak bicara soal RUU TNI yang tengah digodok DPR dan pemerintah. Sembari
menyorotinya, Munir mempersiapkan keberangkatannya untuk melanjutkan studi S-2
bidang Hukum Humaniter di Universitas Utrecht, Belanda.
Senin
malam 6 September 2004 Munir terbang ke Negeri Kincir Angin untuk mengejar
cita-citanya.
Tapi
tiga jam sebelum mendarat di Bandara Schippol, Amsterdam, atau Selasa 7
September 2004, Munir meninggal dunia di dalam pesawat Garuda. Tewasnya Munir
meninggalkan kontroversi. Ia disebu-tsebut dibunuh oleh pihak tertentu.
0 Komentar untuk "Munir Aktivis Pro-Demokrasi dan Pejuang HAM"