Sejak berabad-abad lamanya, astronomi dan matematika begitu
lekat dengan umat Islam.
Tak heran bila sejumlah ilmuwan di kedua bidang tersebut
bermunculan. Salah seorang di antaranya adalah Abu Abdallah Muhammad Ibn Jabir
Ibn Sinan Al-Battani. Ia lebih dikenal dengan panggilan Al-Battani atau
Albatenius.
Al Battani lahir di Battan, Harran, Suriah pada sekitar 858
M. Keluarganya merupakan penganut sekte Sabbian yang melakukan ritual penyembahan
terhadap bintang. Namun ia tak mengikuti jejak langkah nenek moyangnya, ia
lebih memilih memeluk Islam.
Ketertarikannya dengan benda-benda yang ada di langit
membuat Al Battani kemudian menekuni astronomi. Secara informal ia mendapatkan
pendidikan dari ayahnya yang juga seorang ilmuwan, Jabir Ibn San'an Al-Battani.
Keyakinan ini menguat dengan adanya bukti kemampuan Al Battani membuat dan menggunakan
sejumlah perangkat alat astronomi seperti yang dilakukan ayahnya.
Beberapa saat kemudian, ia meninggalkan Harran menuju Raqqa
yang terletak di tepi Sungai Eufrat, di sana ia melanjutkan pendidikannya. Di
kota inilah ia melakukan beragam penelitian hingga ia menemukan berbagai penemuan
cemerlangnya. Pada saat itu, Raqqa menjadi terkenal dan mencapai kemakmuran.
Ini disebabkan karena kalifah Harun Al Rashid, khalifah kelima dalam dinasti Abbasiyah,
pada 14 September 786 membangun sejumlah istana di kota tersebut. Ini merupakan
penghargaan atas sejumlah penemuan yang dihasilkan oleh penelitian yang dilakukan
Al Battani. Usai pembangunan sejumlah istana di Raqqa, kota ini menjadi pusat
kegiatan baik ilmu pengetahuan maupun perniagaan yang ramai.
Buah pikirnya dalam bidang astronomi yang mendapatkan
pengakuan dunia adalah lamanya bumi mengelilingi bumi. Berdasarkan perhitungannya,
ia menyatakan bahwa bumi mengelilingi pusat tata surya tersebut dalam waktu 365
hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik. Perhitungannya mendekati dengan perhitungan
terakhir yang dianggap lebih akurat.
Itulah hasil jerih payahnya selama 42 tahun melakukan
penelitian yang diawali pada musa mudanya di Raqqa, Suriah. Ia menemukan bahwa
garis bujur terajauh matahari mengalami peningkatan sebesar 16,47 derajat sejak
perhitungan yang dilakukan oleh Ptolemy. Ini membuahkan penemuan yang penting
mengenai gerak lengkung matahari.
Al Battani juga menentukan secara akurat kemiringin ekliptik,
panjangnya musim, dan orbit matahari. Ia pun bahkan berhasil menemukan orbit
bulan dan planet dan menetapkan teori baru untuk menentukan sebuah kondisi
kemungkinan terlihatnya bulan baru. Ini terkait dengan pergantian dari sebuah
bulan ke bulan lainnya.
Penemuannya mengenai garis lengkung bulan dan matahari, pada
1749 kemudian digunakan oleh Dunthorne untuk menentukan gerak akselerasi bulan.
Dalam bidang matematika, Al Battani juga memberikan kontribusi gemilang
terutama dalam trigonometri. Laiknya, ilmuwan Muslim lainnya, ia pun menuliskan
pengetahuannya di kedua bidang itu ke dalam sejumlah buku.
Bukunya tentang astronomi yang paling terkenal adalah Kitab
Al Zij. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 dengan
judul De Scienta Stellerumu De Numeris Stellerum et Motibus oleh Plato dari
Tivoli. Terjemahan tertua dari
karyanya itu masih ada di Vatikan. Terjemahan buku tersebut
tak melulu dalam bahasa latin tetapi juga bahasa lainnya.
Terjemahan ini keluar pada 1116 sedangkan edisi cetaknya
beredar pada 1537 dan pada 1645. Sementara terjemahan karya tersebut ke dalam
bahasa Spanyol muncul pada abad ke-13. Pada masa selanjutnya baik terjemahan
karya Al Battani dalam bahasa Latin maupun Spanyol tetap bertahan dan digunakan
secara luas.
Tak heran bila tulisannya, sangat memberikan pengaruh bagi
perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa hingga datangnya masa Pencerahan. Dalam
Fihrist, yang dikompilasi Ibn An-Nadim pada 988, karya ini merupakan kumpulan
Muslim berpengaruh pada abad ke-10, dinyatakan bahwa Al Battani merupakan ahli
astronomi yang memberikan gambaran akurat mengenai bulan dan matahari.
Informasi lain yang tertuang dalam Fihrist menyatakan pula
bahwa Al Battani melakukan penelitian antara tahun 877 dan 918. Tak hanya itu,
di dalamnya juga termuat informasi mengenai akhir hidup sang ilmuwan ini.
Fihrist menyatakan bahwa Al Battani meninggal dunia dalam sebuah perjalanan
dari Raqqa ke Baghdad. Perjalanan ini dilakukan sebagai bentuk protes karena ia
dikenai pajak yang berlebih. Al Battani memang mencapai Baghdad untuk
menyampaikan keluhannya kepada pihak pemerintah. Namun kemudian ia
menghembuskan nafas terakhirnya ketika dalam perjalanan pulang dari Baghdad ke
Raqqa. (fer)[republika.co.id]
Tag :
Tokoh
0 Komentar untuk "Al Battani Sang Ahli Astronomi"