Ibnu Sutowo Mantan
Dirut Pertamina, Penggagas Konsep “Production Sharing" dalam Eksploitasi
Migas.
"Saya mau berbisnis selama
Tuhan mengizinkan. Dan saya ingin, kalau nanti mati, jangan pakai sakit."
Ibnu Sutowo memiliki
latar belakang di dunia kemiliteran, namun boleh dibilang namanya identik dengan
Pertamina. Tetapi, ia juga seorang pelaku bisnis yang cukup disegani. Sewaktu
masih di Pertamina, Ibnu mendirikan PT Indobuildco. Sejak 1983, ia membangun Garden
Tower dan memperluas Hotel Hilton. Untuk membangun sebuah kamar deluxe dan
suite, konon, membutuhkan dana US $100 ribu. Padahal di Garden Tower, Ibnu
membangun 213 kamar, penthouse di tingkat paling atas yang dikelilingi taman
bunga, dan sebuah helipad - tempat landing helikopter. Barangkali karena proyek
ambisius inilah Pertamina harus terpuruk dalam lilitan utang dan keuangan
negara nyaris bangkrut. Meski tak bisa dipungkiri, lewat laki-Iaki berkulit
hitam yang memiliki sorot mata tajam itu, Pertamina mulai bangkit.
Ibnu Soetowo lahir di
Grobogan, Jawa Tengah, 23 September 1934 sebagai anak ketujuh dari Raden Sastrodiredjo,
bekas wedana dan keturunan ke-13 Sultan Pajang. Sang ayah mendidik anak-anaknya
dengan keras. Walau demikian, ia sangat peduli dengan pendidikan. Ibnu sepuluh
tahun belajar di Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) dan meraih Indisch
arts, kemudian terjun sebagai praktisi kedokteran.
Ia pernah menjabat
kepala rumah sakit umum Plaju, Palembang dan kepala jawatan kesehatan tentara
Sumatera Selatan. Dunia kemiliteran mengenalkannya pada Kepala Staf AD, Kol.
Abdul Haris Nasution.
Nasutionlah yang
membuka jalan baginya untuk menjadi "penguasa" ladang minyak
Indonesia. Nasution menunjuk Ibnu menjadi Direktur Utama PI Eksploitasi Tambang
Minyak Sumatera (EMSU). Saat membenahi ladang minyak di Pangkalan Brandan, Riau,
cikal bakal Pertamina, Ibnu tidak sendirian. Ia minta bantuan J.M. Pattiasina
yang sudah berpengalaman dalam keuangan di Shell pada zaman Belanda.
Selain itu, Ibnu juga
meminta bantuan dua kawan baiknya, Mayor Harijono dan Mayor Geudong. Pekerjaan itu
tidak mudah. Banyak pipa minyak tidak bisa dipakai karena tertimbun di hutan
hingga penuh karat. Setahun setelah berbenah, ia berhasil mengekspor minyak
mentah 1.700 ton senilai US$ 30 ribu ke Amerika Serikat. PI EMSU merupakan
tonggak awal perusahaan minyak Indonesia. Belakangan, perusahaan itu berubah menjadi
Permina. Perusahaan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Pertamina. Pada
saat yang sama, Ibnu bergerak di bidang lain, seperti real estate, angkutan
udara, pabrik baja, dan rice estate.
Pada 1960, Ibnu
melontarkan ide bagi hasil (production sharing) dengan investor asing yang
berminat mengeksplorasi sumber daya alam Indonesia. Ide orisinal itu awalnya
dianggap lelucon. Setelah Orba berkuasa, idenya bisa terealisasi.
Ibnu Soetowo memimpin
Pertamina dalam era oil booming, sehingga perusahaan milik negara itu bergelimang
uang. Pertamina berperan penting sebagai sumber dana Orde Baru. Begitu kayanya
Pertamina, sehingga muncul julukan sinis “negara dalam
negara"
terhadapnya.
Namun suasana bulan
madu itu segera berakhir. Pertamina yang ia bangun dengan susah payah,
menanggung utang dalam jumlah besar. Rupanya, suasana oil booming menciptakan
optimisme berlebihan sehingga Pertamina melibatkan diri ke dalam proyek - proyek
yang akhirnya tidak mampu dibiayai. Kontrak - kontrak yang diteken Ibnu tak
dapat dipenuhi.
Begitu pula dengan
komitmen pembayaran. Era Ibnu Soetowo di Pertamina menjadi tonggak memuncaknya
inefisiensi akibat kebocoran dan penyelewengan di segala lini. Namun, ia lolos
dari jerat hukum. Mensesneg Soedharmono tahun 1980 berkata, "Semua tindakan
Ibnu dilakukan dengan amat baik. Hanya karena kelemahan di bidang manajerial serta
melesetnya dugaan terhadap situasi ekonomi internasional, usahanya itu gagal"
0 Komentar untuk "Ibnu Sutowo Mantan Dirut Pertamina"