Sejarah mencatat bahwa penyebaran Islam sejak zaman Rasulullah hingga pasca Khulafaur Rasyidin berkembang pesat. Pada masa Dinasti Umayah, Islam sudah menguasai sebagian besar wilayah Andalusia (sekarang Spanyol). Thoriq bin Ziyad adalah seorang mujahid yang dikenal pada peristiwa penaklukan itu. Hingga kini namanya diabadikan sebagai nama sebuah bukit karang di wilayah tersebut "Jabbal Thoriq" atau dikenal sebagai Jibraltar. Kalau sempat kita lihat peta dunia maka nama itupun juga digunakan sebagai nama selat diantara benua Afrika dan Eropa.
Nama
lengkapnya Thoriq bin Ziyad bin Abdullah bin Walgho bin Walfajun bin Niber Ghosin
bin Walhas bin Yathufat bin Nafzau As-Shodafi. Ia berasal dari garis keturunan Ash-Shodaf
yang secara turun-temurun bermukim di Al-Atlas, sebuah desa yang subur dan
terletak di antara perbukitan. Suku Ash Shodaf terkenal ulet, pemberani, kuat
dan tangguh. Sebelum penaklukan oleh pasukan Islam, keadaan Spanyol sungguh memprihatinkan.
Sejak tahun 597 M, saat negeri itu dikuasai bangsa Gotic dari Jerman dengan
penguasanya yang terakhir Raja Roderick, negeri ini bertambah kacau. Di bawah kekuasaan
raja yang dzalim itu masyarakat terbagi dalam beberapa kelas.
Kelas
pertama terdiri dari para keluarga raja, bangsawan, orang kaya, tuan tanah dan penguasa
wilayah. Mereka hidup bergelimang kemewahan, berfoya-foya dan mengumbar nafsu
kebinatangan.
Kelas
ke dua terdiri dari para pendeta. Merekalah sebenarnya yang bertanggung jawab atas
kehancuran negeri. Mereka menjilat para penguasa dan menginjak-injak rakyat.
Kelas
ke tiga terdiri dari para pegawai negeri, yaitu pengawal, penjaga istana dan pegawai
kantor pemerintahan. Mereka hidup pas-pasan dan seringkali dijadikan alat para penguasa
untuk memeras rakyat.
Kelas
ke empat terdiri dari buruh tani, serdadu berpangkat rendah, pelayan dan budak.
Kelas paling rendah inilah yang paling menderita hidupnya.
Rakyat
sangat menderita terutama kelas bawah. Mereka selalu menjadi korban dari kebijakan
Raja Roderick. Akibatnya sebagian besar dari mereka mengungsi ke negara terdekat
yaitu Afrika Utara, negeri yang penduduknya bisa menikmati keadilan, kesamaan
hak, keamanan dan kemakmuran di bawah penguasa yang adil, arif dan bijaksana
yaitu Musa bin Nusair.
Sebagian
besar orang yang mengungsi ke Afrika Utara tersebut adalah para pemeluk agama
Yahudi dan Nasrani. Di antara mereka terdapat Julian, Gubernur Ceuta yang putri
kesayangannya, Florinda telah dinodai oleh Raja Roderick. Selamanya Gubernur
Julian tidak dapat memaafkan kebiadaban Raja Gotic tersebut.
Di
Afrika Utara (Sekarang sedikitnya ada lima negeri di pantai utara benua Afrika:
Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya dan Mesir, di sini tidak ada keterangan,
mungkin yang tahu bisa membantu), mereka mendapatkan perlindungan dan jaminan
keadilan dan kesejahteraan dari orang-orang Islam. Mereka diperlakukan dengan
sangat baik yang mereka tidak mendapatkannya di negeri mereka sendiri.
Sebelum
kedatangan Gubernur Julian dan rombongannya, sebenarnya Musa bin Nusair sudah
mendengar kabar bahwa Spanyol dalam keadaan yang sangat rapuh. Setelah mendapat
persetujuan Khalifah Al Walid bin Abdul Malik, Musa bin Nusair segera mengirimkan
satu pasukan perintis ke Spanyol dengan komandan Abu Zar'ah Thorif yang terkenal
cerdik, pemberani dan tangguh serta berpengalaman dengan wilayah Spanyol.
Pada
hari Kamis, 4 Ramadhan 91 H atau 2 April 710 M, Abu Zar'ah Thorif berangkat meninggalkan
Afrika dengan membawa 400 pasukan pejalan kaki ditambah 100 orang pasukan
berkuda. Mereka menyeberangi selat antara Afrika dan Eropa dengan menggunakan
delapan kapal yang telah dipersiapkan, empat diantaranya adalah bantuan dari
Gubernur Julian yang ingin menghancurkan Raja Roderick. Tiga pekan berikutnya, tepatnya
hari Sabtu tanggal 25 Ramadhan 91 H atau 23 April 710 M, rombongan pasukan Islam
melakukan pendaratan di sebuah pulau kecil tak jauh dari kota Tarife yang akan menjadi
sasaran serangan pertama. Pendaratan sengaja dilakukan pada malam hari agar tidak
diketahui musuh.
Setelah
mempersiapkan segala sesuatunya, petang harinya Abu Zar'ah Thorif memerintahkan
pasukannya melakukan serangan gencar ke berbagai wilayah, terutama di pusat
kota. Pasukan Islam tidak banyak mendapatkan perlawanan karena keadaan Spanyol
lemah. Dengan mudah mereka dapat menguasai beberapa kota di sepanjang pantai, meski
jumlah pasukan Islam tidak sebanding pasukan musuh. Jauh lebih sedikit.
Pasukan
Islam dengan komandan Abu Zar'ah Thorif pulang ke Afrika dengan membawa kemenangan
telak. Hanya beberapa orang yang syahid di medan perang. Selain ratusan orang
tawanan, mereka juga berhasil membawa unta rampasan plus ghanimah yang cukup
banyak.
Kemenangan
gemilang ini membangkitkan semangat Gubernur Musa bin Nusair untuk menakhlukkan
seluruh Spanyol. Hal ini sangat penting mengingat wilayah itu merupakan pintu
gerbang daratan Eropa. Oleh karena itu, ia memerintahkan Thoriq bin Ziyad untuk
melakukan penyerangan ke dua.
Thoriq
dikenal jujur, cerdik dan berkemauan kuat, gagah berani menghadapi setiap tantangan,
berpengaruh besar bagi para pengikutnya, ikhlas dalam berjuang dan semangatnya
selalu membara.
Pada
hari Senin, 3 Mei 711 M, Thoriq bersama 7.000 anggota pasukannya menyeberangi selat
antara Afrika dan Eropa dengan armada kapal. Setelah mendarat di wilayah Spanyol,
Thoriq mengumpulkan seluruh anggota pasukannya di atas sebuah bukit karang yang
hingga kini bukit itu dikenal dengan nama "Jibraltar". Di bukit
karang inilah Thoriq bin Ziyad memerintahkan pasukannya untuk membakar seluruh
armada kapal yang baru saja mereka gunakan menyeberangi selat Afrika-Eropa
tadi.
Seorang
anggota pasukan yang tidak mengerti maksud panglimanya kemudian bertanya: "Apa
maksud Anda?", anggota pasukan yang lain pun bertanya, "Kalau
kapal-kapal itu dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?" Dengan tegas
sambil menghunus pedang ia menjawab, "Kita datang ke sini bukan untuk
kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan, yaitu menaklukkan negeri ini lalu
tinggal di sini atau kita semua binasa."
Kemudian
Sang Panglima yang gagah berani inipun memberi pengarahan kepada seluruh anggota
pasukan yang dipimpinnya. "Wahai seluruh pasukan, ke mana lagi kalian akan
lari? Di belakang kalian adalah laut, dan di depan kalian adalah musuh. Demi
Allah, satusatunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran.
Musuh dengan jumlah besar dan persenjataan lengkap telah siap menyongsong
kalian. Sementara senjata kalian adalah pedang. Kalian akan terbantu jika
kalian berhasil merebut senjata dan perlengkapan musuh kalian. Karena itu,
secepatnya kalian harus melumpuhkan mereka.
Sebab
kalau tidak, kalian akan menemukan kesulitan besar. Itulah sebabnya kalian
harus lebih dahulu menyerang mereka agar kekuatan mereka lumpuh. Musuh kalian
sudah bertekad bulat akan mempertahankan negeri mereka sampai titik darah
penghabisan. Kita harus bertekad bulat untuk menyerang mereka hingga syahid.
Sungguh sama sekali saya tidak bermaksud menakuti kalian. Mari kita galang
saling percaya di antara kita, keberanian kita, bahu membahu dan saling
membantu, membulatkan tekad untuk menjadi pembela agama Allah, menegakkan
kalimat-Nya. Percayalah, sesungguhnya Allah SWT adalah penolong utama kalian.
Dan sayalah orang pertama yang akan memenuhi seruan ini di hadapan kalian. Saya
akan menghadapi sendiri Raja Roderick yang sombong itu.
Saya
akan membunuhnya. Atau siapapun boleh melakukannya jika lebih dulu bertemu dengannya
di medan pertempuran. Dengan membunuhnya maka negeri ini akan dengan mudah kita
kuasai".
Pidato
pengarahan Thoriq ini membakar semangat pasukan Islam untuk segera bertempur.
Mendengar pasukan Islam mendarat di wilayahnya Raja Roderick segera mempersiapkan
angkatan perang besar yang terdiri lebih dari 100.000 tentara dengan membawa
persenjataan lengkap. Jumlah pasukan yang lebih besar ini tidak menggoyahkan
semangat pasukan Islam. Apalagi Gubernur Musa mengirimkan pasukan tambahan
sebanyak 5.000 orang dipimpin oleh Thorif bin Muluk. Jadi jumlah pasukan Islam
seluruhnya adalah 12.000 orang. Thoriq dan pasukannya terus bergerak ke arah kota
Cordova. Mereka menyusuri pantai hingga tiba di kota Torife yang telah ditakhlukkan
sebelumnya oleh pasukan perintis yang dipimpin oleh Abu Zar'ah.
Kedua
pasukan bergerak ke arah berlawanan untuk saling berhadapan. Pasukan Islam dipimpin
oleh Thoriq bin Ziyad yang bergerak laksana ombak samudera. Baju-baju besi yang
mereka kenakan, sorban-sorban putih yang menutup kepala mereka, kilatan pedang yang
mereka genggam, tampak mendominasi suasana penuh semangat yang senantiasa dikobarkan
oleh Thoriq bin Ziyad, Sang Panglima.
Sementara
di pihak musuh, Raja Roderick memimpin pasukan dengan diapit para pengawal yang
bersenjata lengkap dan terkesan mewah.
Pada
hari Ahad, 28 Ramadhan atau 19 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu dan bertempur di
dekat muara Sungai Barbate. Jumlah yang tidak seimbang membuat pasukan Islam terdesak
di awal pertempuran. Hal ini menggugah Gubernur Julian dan anak buahnya menyusup
ke pasukan Roderick dan menyebarkan opini ke tengah-tengah mereka bahwa pasukan
Islam hanya mengincar Roderick dan tidak untuk menjajah negeri mereka.
Upaya
Julian dan anak buahnya berhasil. Banyak pasukan Roderick yang melarikan diri dari
medan perang. Akibatnya mereka kacau balau dan kesempatan ini dimanfaatkan Thoriq
bin Ziyad untuk mencari dan membunuh Roderick. Selanjutnya seluruh markas pertahanan
dapat dikuasai dengan mudah. Kemenangan pasukan Islam ini melumpuhkan semangat
pasukan Spanyol.
Berita
keberhasilan itu sangat menggembirakan Gubernur Musa bin Nusair. Ia kemudian membantu
Thoriq untuk segera menaklukkan seluruh Spanyol dan negara-negara Eropa lainnya.
Setahun
kemudian, tepatnya hari Rabu, 16 Ramadhan 93 H, ia bertolak ke Spanyol dengan
membawa 10.000 pasukan. Mereka berhasil menduduki Merida, Sionia dan Sevilla
yang belum ditakhlukkan oleh pasukan Thoriq. Sementara itu Thoriq dengan jumlah
pasukan yang tersisa terus melakukan penaklukan ke beberapa wilayah yang tersisa.
Ia membagi pasukannya ke dalam empat kelompok dan menugaskan para pembantunya
ke Cordova, Granada dan Malaga. Sedangkan ia sendiri bersama pasukan utamanya
segera menuju toledo, ibukota Spanyol waktu itu. Semua kota itu dapat dikuasai
tanpa perlawanan. Spanyol dapat dilumpuhkan karena kecepatan gerak pasukan Islam.
Musa
bin Nusair dan Thoriq bin Ziyad akhirnya bertemu di Toledo. Keduanya kemudian bergabung
dan menghadapi musuh di Ecija. Kemenangan pun diraih pasukan Islam meski tak sedikit
yang gugur sebagai syuhada. Selanjutnya pasukan gabungan ini bergerak ke
wilayah Pyrenie, Perancis.
Beberapa
tahun kemudian, Portugis pun ditakhlukkan dan namanya diganti menjadi "Al Gharb"
berarti Barat. Sebelum seluruh Eropa dapat ditaklukkan, yang sebenarnya mudah karena
tidak ada kekuatan berarti yang melawan mereka, Khalifah Al Walid bin Abdul Malik
memanggil Thoriq dan Musa ke Damaskus (Ibukota Syiria/Suriah, negeri di sebelah
utara Irak). Thoriq pergi sendiri ke Damaskus, sementara Musa bin Nusair sibuk menyusun
pemerintahan baru di Spanyol.
Beberapa
waktu setelah itu Thoriq sakit-sakitan dan kemudian Allah SWT memanggilnya.
Tidak banyak yang mengetahui akhir kehidupan beliau. [Sumber: Majalah HIKAYAH
Edisi 06, Shafar 1424/ April 2003]
Tag :
Tokoh
0 Komentar untuk "Thoriq bin Ziyad"