Aktivis Indonesia - Ilmu
bagai gumpalan cahaya bagi pemilikya. Ia akan memancarkan cahaya kemilau bagi orang
di sekitarnya. Bahkan berduyun orang yang memburunya untuk mendapatkan cahaya
ilmunya. Itulah cahaya ilmu yang dimiliki oleh Imam Jafar al-Sadiq, yang tak hanya
menguasai ilmu keagamaan namun juga menguasai fisika, kimia, matematika, dan ilmu
pengobatan.
Imam
Jafar al-Sadiq adalah putra tertua Imam Muhamad Baqir yang merupakan ahlul bait
Nabi Muhammad. Nama pendeknya adalah Jafar, namun kemudian ia dikenal pula dengan
sebutan al-Sadiq dan Abu Abd Allah. Lalu ia lebih sering dipanggil dengan sebutan
Imam Jafar al-Sadiq. Ia lahir di Madinah, pada Senin, 17 Rabiul Awwal 83 H atau
20 April 702 M. Baik tanggal, hari dan bulan kelahiran Jafar al-Sadiq sama
dengan masa kelahiran Nabi Muhammad.
Ibunya
adalah Umm Farwah yang biasa dipanggil Fatimah, putri dari al-Qassim putra Muhammad
bin Abu Bakar. Dengan demikian, Umm Farwah ini merupakan keturunan sahabat
utama Nabi Muhammad, Abu Bakar Siddik. Pada saat kelahiran Jafar, ayahnya, Imam
al-Baqir berusia 26 tahun dan kakeknya, Imam Zainal Abidin masih hidup. Hingga umur
12 tahun, Jafar mendapatkan tempaan ilmu ketuhanan dari kakeknya, Imam Zainal Abidin.
Setelah
itu, hingga berumur 31 tahun ia mendapatkan bimbingan dari ayahnya sendiri, Imam
al-Baqir yang mengajarkannya ilmu hadis. Untuk ilmu hadis, ia memiliki dua sumber
pengetahuan yaitu dari ayahnya melalui Ali bin Abi Thalib dan kakek ibunya al- Qassim.
Kemudian ia memperluas ilmu pengetahuan hadisnya dengan berguru pada ulama
lainnya yaitu Urwa, Aata, Nafi, dan Zuhri. Dua sufyan yaitu Sufyan ats-Tsauri
dan Sufyan ibn Uyayna, Imam Malik, Imam Abu Hanifa, dan al-Qattan di kemudian
hari banyak meriwayatkan hadis melalui dirinya demikian pula dengan ulama
lainnya.
Ia
juga dikenal sebagai mufasir Al-Qur'an, ahli hukum Islam, dan salah satu
mujtahid terbesar di Madinah. Dengan keluasan ilmu agamanya, tak heran jika
banyak kalangan yang belajar dari Jafar al-Sadiq seperti Abu Hanafi, pendiri mazhab
Hanafi yang menimba ilmu darinya selama dua tahun dan menyatakan bahwa Jafar
Sadiq memiliki ketinggian ilmu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Demikian
pula dengan Imam Malik bin Anas yang merupakan pendiri mazhab Maliki. Tak ayal
jika dikatakan bahwa Jafar Sadiq telah melahirkan ribuan ulama hadis dan
sarjana agama.
Pengetahuannya
tentang agama memang ia ajarkan ke semua orang bahkan kepada mereka yang datang
dari negeri yang jauh. Jumlah muridnya suatu waktu mencapai empat ribu orang.
Di antara mereka adalah ahli hukum Islam, tafsir, hadis dan sebagainya. Imam
Jafar as-Sadiq juga dianugerahi Tuhan jiwa yang memesona yang menjadi model
bagi orang lain. Banyak sifat yang dapat direkam oleh para sejarawan dari dirinya.
Ia
adalah orang yang dermawan, sabar, pemaaf dan suka menolong orang lain. Suatu
saat paceklik melanda Madinah, ia yang memiliki persediaan bahan makanan berupa
gandum memang tak mengkhawatirkan hal itu. Namun kemudian, ia menjualnya dan
menyatakan bahwa gandum tak akan digunakan di dapurnya dan kemudian tepung
gandum ia bagikan kepada mereka yang memerlukannya. Pemimpin agama lain juga
kerap datang untuk beradu argumentasi mengenai keyakinan yang mereka miliki. Ia
selalu dapat mengalahkan mereka.
Ketika
mereka pergi dengan menanggung kekalahan kemudian Imam Jafar Sadiq menceritakan
kepada muridnya agar berhati-hati dengan titik lemah umat Islam terhadap agamanya.
Kadangkala dia juga beradu argumentasi dengan orang-orang yang tak mempercayai
keberadaan Tuhan. Kedalamannya dalam ilmu agama kemudian membuatnya merintis
sebuah mazhab yang disebut Mazhab Jafariyah. Mazhab ini menempatkan Al-Qur'an
sebagai sumber utama hukum Islam, kemudian sunnah, ijma, dan akal. Dalam
menggali hukum dari Al-Qur'an mereka tidak harus berpegang pada makna lahirnya
melainkan juga makna batinnya.
Selain
agama dia juga mengajarkan fisika, matematika, kimia, maupun ilmu pengobatan. Jabir
ibn Hayyan dari Tarus yang merupakan pionir dalam fisika, kimia, dan matematika
adalah salah satu muridnya yang menuliskan tentang ratusan subjek kajian
berdasarkan ajaran yang diberikan Jafar al-Sadiq. Penguasaan yang luas terhadap
sejumlah ilmu itu memang didukung oleh kondisi di masa ia hidup. Kala itu,
terjadi interaksi yang dalam antara pemikiran Islam dan ilmu pengetahuan serta
orang-orang yang berasal dari bangsa lain.
Selama
masa tersebut berbagai karya dari banyak sarjana dan pemikir secara luas diterjemahkan
ke dalam berbagai bahasa. Sains, filsafat, dan pemikiran dari bangsa lain terutama
Yunani diterjemahkan dari bahasa aslinya ke dalam bahasa arab. Kaum Muslim mempelajari
ilmu pengetahuan tersebut, menambahkan, memperkaya dan memperluas cakupannya.
Hasilnya, mewujudlah gerakan saintifik dan ideologi yang aktif. Kaum Muslim kemudian menguasai dengan baik ilmu
pengobatan, astronomi, kimia, fisika, dan matematika dibandingkan lainnya.
Filsafat,
logika, dan ilmu lainnya diterjemahkan dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Persia.
Selain adanya perkembangan saintifik dan kultural selama hidup Imam Jafar Sadiq,
juga terdapat gerakan dalam berbagai bidang. Kejadian politik, ekonomi, dan sosial
memerlukan pemecahan yang sesuai dengan hukum Islam. Hal ini menyebabkan munculnya
pandangan lembaga pemikiran. sarjana atau ulama secara aktif terlibat dalam mencoba
menemukan jawaban yang benar untuk menjawab permasalahan tersebut.
Dengan
keadaan seperti itulah serta aktivitas kultural dan saintifik Imam Jafar Sadiq hidup
dan memiliki tanggung jawab yang besar sebagai seorang ulama, guru dalam domain
kultural dan agama. Seluruh hidupnya ia isi dengan mengajarkan ilmu yang dimiliki.
Hingga ia memiliki kedudukan yang kuat di kalangan masyarakat tetapi ia tak tergiur
untuk meraih kekuasaan. Namun popularitas Jafar al-Sadiq di kalangan masyarakat
membuat penguasa Abbasid, Mansur Ad-Dawaniqi, merasa khawatir.
Kemudian
membuat rencana untuk mengenyahkannya. Kalifah Abbasid sebelumnya, Abdul-Abbas
al-Saffah, sebenarnya telah membawanya ke Irak, namun tak lama kemudian Jafar
al-Sadiq dikembalikan lagi ke tanah kelahirannya, Madinah. Dan pada saat
kekuasaan di tangan Mansur ad-Dawaniqi, dilakukan pengawasan ketat terhadap Jafar
al-Sadiq.
Merasa
tak puas, Mansur memerintahkan Gubernur Madinah, Muhammad bin Suleima, untuk
membunuhnya dengan menggunakan racun. Dan ternyata usahanya berhasil. Imam Jafar
Sadiq meninggal pada 15 Syawal 148 H atau 4 Desember 765 pada usia 65 tahun.
Pemakamanya
dipimpin oleh putranya Imam Musa al-Kazim. Jafar al-Sadiq dimakamkan di
pemakaman Jannat al-Baqi di mana Imam Hasan, Imam Zainal Abidin dan Imam al- Baqir
dimakamkan. [republika.co.id]
0 Komentar untuk "Jafar al-Sadiq mujtahid terbesar di Madinah"