Sayyid Jamaluddin Al-Afghani adalah
pahlawan besar dan salah seorang putra terbaik Islam. Kebesaran dan kiprahnya
membahana hingga ke seluruh penjuru dunia. Sepak terjangnya dalam menggerakkan
kesadaran umat Islam dan gerakan revolusionernya yang membangkitkan dunia
Islam, menjadikan dirinya orang yang paling dicari oleh pemerintahan kolonial
ketika itu, Inggris. Tapi, komitmen dan konsistennya yang sangat tinggi
terhadap nasib umat Islam, membuat Al-Afghani tak pernah kenal lelah apalagi
menyerah.
Bagaimana kebesaran dan kekaguman
terhadap penggerak kebangkitan dunia Islam dan salah seorang pembaru Islam
paling banyak dirujuk berbagai kalangan ini terlihat dari pengakuan sastrawan
dan pemikir besar Muslim abad 20, Sir Muhammad Iqbal : ''... Jiwa yang tak mau
diam itu selalu mengembara dari negara Islam satu ke negara Islam lain.
Memang, Al-Afghani tak pernah
menuntut sebutan sebagai pembaharu, tetapi tidak ada seorang pun di zaman ini
yang lebih mampu mengungkapkan getaran jiwa agama Islam melebihi dirinya.
Semangat dan pengaruhnya masih tetap besar bagi dunia Islam, dan tak ada
seorang pun tahu kapan berakhirnya...''
Ia cahaya besar dalam kegelapan
Islam abad ke-13 Hijriah. Dari Afghanistan, sinarnya memancar ke seantero
dunia. Jamaluddin Al-Afhgani dilahirkan tahun 1838. Tempat kelahirannya sulit
dipastikan. Ia mengaku dilahirkan di Asadabad, Konar, distrik Kabul,
Afghanistan. Versi lain, terutama dari lawan-lawan politiknya, menyebutkan
Jamaluddin dilahirkan di Asadabad dekat Hamadan, Iran. Menurut versi ini,
Jamaluddin mengaku lahir di Afghanistan dengan maksud menyelamatkan dirinya
dari kesewenangan penguasa Persia (Iran) yang tidak menyukainya.
Al-Afghani menghabiskan masa kecil
dan remajanya di Afghanistan, namun banyak berjuang di Mesir, India, bahkan
sampai ke Perancis. Pada usia 18 tahun di Kabul, Jamaluddin tidak hanya
menguasai ilmu keagamaan, tetapi juga mendalami falsafah, hukum, sejarah,
metafisika, kedokteran, sains, astronomi, dan astrologi. Ia seorang yang sangat
cerdas jauh melampaui remaja-remaja seusianya. Setelah menguasai berbagai
disiplin ilmu, Jamaluddin ke India. Kemampuannya berbicara dan pengetahuannya
yang dalam, pemuda berusia 18 tahun ini memukau banyak orang. Ia orator yang
tangguh. Ia mendorong rakyat India untuk bangkit melawan kekuasaan Inggris.
Hasilnya, pada 1857 muncul kesadaran baru di kalangan pribumi India melawan
penjajah. Perang kemerdekaan pertama di India pun meletus.
Dari India, Jamaluddin melanjutkan
perjalanan ke Mekkah. Di Kabul, sepulang menunaikan ibadah haji, ia diminta
penguasa Afghanistan, Pangeran Dost Muhammad Khan, untuk membantunya. Tahun
1864, Jamaluddin yang progresif, menjadi panesihat Sher Ali Khan. Beberapa
tahun kemudian diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Muhammad A'zam Khan.
Namun, karena campur tangan Inggris dan kekalahannya atas golongan yang
disokong Inggris, Jamaluddin akhirnya meninggalkan Kabul ke Mekkah.
Inggris yang menilai Jamaluddin
sebagai tokoh berbahaya karena ide-ide pembaharuannya, terus mengawasinya. Ia
tidak diperkenankan melalui jalan darat, juga tak diperkenankan bertemu dengan
pemimpin-pemimpin India. Melalui jalan laut, Jamaluddin kemudian pergi ke Kairo
dan menetap di sini.
Pada awalnya, Jamaluddin mencoba
menjauhi dari politik dengan memusatkan diri mempelajari ilmu pengetahuan dan
sastra Arab. Rumahnya dijadikan tempat pertemuan para pengikutnya. Di sinilah
ia memberikan kuliah dan berdiskusi dengan berbagai kalangan, termasuk
intelektual muda, mahasiswa, dan tokoh-tokoh pergerakan. Salah seorang muridnya
adalah Mohammad Abduh dan Saad Zaglul, pemimpin kemerdekaan Mesir. Melihat
campur tangan Inggris di Mesir, Jamaluddin akhirnya kembali ke politik.
Ia melihat Inggris tidak
menginginkan Islam bersatu dan kuat. Jamaluddin memasuki perkumpulan Freemason,
organisasi yang beranggotakan tokoh-tokoh politik Mesir. Dari ini, 1879,
terbentuk partai politik bernama Hizb al-Watani (Partai Kebangsaan). Partai ini
antara lain menanamkan kesadaran berbangsa, memperjuangkan pendidikan
universal, dan kemerdekaan pers. Aktivitas politik Jamaluddin memberikan
pengaruh besar bagi umat Islam. Ia mendorong bangkitnya gerakan berpikir
sehingga Mesir mencapai kemajuan.
Seperti juga di Kabul dan India,
Inggris memperlihatkan ketidaksukaannya kepada Jamaluddin. Inggris menghasut
kaum teolog ortodox melawan Jamaluddin. Ini menjadi alasan Inggris mengusir
Jamaluddin dari Mesir, 1879. Jamaluddin kemudian pergi ke Hyderabad Deccau
(India). Di sini, ia menulis risalah yang sangat terkenal : Pembuktian
Kesalahan Kaum Materialis. Risalah ini menimbulkan gejolak besar kalangan
materialis. Pada 1882, Jamaluddin ke Paris. Ia mendirikan perkumpulan al
Urwatulwuthqa.
Organisasi ini kemudian menerbitkan
jurnal yang mengecam keras Barat. Penguasa Barat melarang jurnal ini diedarkan
di negara-negara muslim karena dikhawatirkan dapat menimbulkan semangat
persatuan Islam. Karena dilarang diedarkan, usia jurnal ini hanya delapan
bulan. Aktivitas Jamaluddin tidak hanya di Paris, ia juga bergerak di berbagai
negara Eropa. Ia berdiskusi tentang Islam di London, di antaranya dengan Lord
Salisbury, yang berkuasa ketika itu. Ia pergi ke Rusia, membangun pengaruh di
kalangan cendekiawan Rusia dan menjadi orang kepercayaan Tsar. Karena
pengaruhnya itu, Rusia memperkenankan orang Islam mencetak Al-Qur'an dan
buku-buku agama Islam, yang sebelumnya dilarang.
Pengaruh Jamaluddin juga menyebar ke
Persia. Shah Nasiruddin Qachar, penguasa Persia, menawarkan posisi perdana
menteri. Awalnya, Jamaluddin ragu-ragu, namun akhirnya ia menerima posisi itu.
Ide-ide pembaharuan Islam, membuat Jamaluddin semakin populer di Persia. Ini
mengkhawatirkan Nasiruddin, apalagi Jamaluddin terangterangan mengkritik
praktik-praktik kekuasan penguasa Persia itu. Jamaluddin, revolusioner dan
antitirani itu kemudian ditangkap dan diusir, namun kesadaran rakyat telah
bangkit untuk menumbangkan Nasiruddin.
Pada 1892, Jamaluddin ke Istambul,
Turki, atas permintaan Sultan Abdul Hamid. Sultan ketika itu ingin memanfaatkan
pengaruh Jamaluddin atas negara-negara Islam untuk menentang Eropa, yang ketika
itu mendesak kedudukan Kerajaan Usmani (Ottoman) di Timur Tengah. Namun upaya
Sultan itu gagal. Pada satu sisi, Jamaluddin berjuang untuk terbentuknya
pemerintahan demokratis, sedangkan Nasiruddin mempertahankan kekuasaan otokrasi
lama. Sultan akhirnya membatasi kegiatan-kegiatan Jamaluddin dan melarangnya ke
luar Istambul. Jamaluddin wafat di Istambul, 9 Maret 1897 dalam usia 59 tahun.
Sepanjang hayatnya, Jamaluddin Al-Afghani telah menulis puluhan karya tulis dan
buku, antara lain : Pembahasan tentang Sesuatu yang Melemahkan Orang-orang
Islam; Tipu Muslihat Orientalis, Risalah untuk Menjawab Golongan Kristen;
Hilangnya Timur dan Barat; Hakikat Manusia dan Hakikat Tanah Air.
Jamaluddin melihat kemunduran umat
Islam bukan karena Islam tidak sesuai dengan perubahan zaman, melainkan telah
dipengaruhi oleh sifat statis, fatalis, meninggalkan akhlak yang tinggi, dan
melupakan ilmu pengetahuan. Ini, menurutnya, umat Islam telah meninggalkan
ajaran Islam sebenarnya. Islam menghendaki umatnya dinamis, mencintai ilmu
pengetahuan, dan tidak fatalis. Sifat statis membuat umat Islam tidak
berkembang dan hanya mengikuti apa yang telah menjadi ijtihad ulama sebelum
mereka. Mereka hanya pasarah pada nasib.
Faktor lain, menurut Jamaluddin,
salah paham terhadap qadla (ketentuan Tuhan yang belum terjadi) dan qadar
(ketentuaan Tuhan yang sudah terjadi). Paham itu membuat umat Islam tidak mau
berusaha dengan sungguh-sungguh. Jamaluddin menyebutkan, qadha dan qadar
mengandung pengertian bahwa segala sesuatu terjadi menurut sebabmusabab
(kausalitas). Lemahnya pendidikan dan kurangnya pengetahuan umat tentang
dasar-dasar ajaran agama, lemahnya persaudaraan, perpecahan umat Islam yang
diikuti pemerintahan yang obsolut, mempercayakan kepemimpinan kepada yang tidak
dipercaya, dan kurangnya pertahanan militer, merupakan faktor-faktor yang
membawa kemunduran umat Islam.
Jamaluddin menyebutkan, Islam
mencakup segala aspek kehidupan, baik ibadah, hukum, dan sosial. Corak
pemerintahan otokrasi harus diubah menjadi demokrasi. Persatuan umat Islam
harus diwujudkan kembali. Menurutnya, kekuatan umat Islam bergantung pada
keberhasilan membina persatuan dan kerja sama. Jamaluddin juga menyorot soal
peran wanita. Ia menilai kaum pria dan wanita, sama dalam beberapa hal. Keduanya
mempunyai akal untuk berpikir. Tidak ada halangan bagi wanita untuk bekerja
jika situasi menuntut untuk itu. Jamaluddin menginginkan pria dan wanita meraih
kemajuan dan bekerja sama mewujudkan Islam yang maju dan dinamis.
Jamaluddin tak hanya pandai bicara.
Malang melintang ke berbagai negara ia lakukan bagi tercapainya renaisans
(kebangkitan) dunia Islam. Proyeknya itu kemudian dikenal dengan "Pan
Islamisme", sebuah gagasan untuk membangkitkan dan menyatukan dunia Arab
khususunya, dan dunia Islam umumnya untuk melawan kolonialisme Barat, Inggris,
dan Perancis khususnya yang kala itu banyak menduduki dan menjajah dunia Islam
dan negara-negara berkembang. Secara umum, inti Pan-Islamisme Jamaluddin itu
terletak pada ide bahwa Islam adalah satu-satunya ikatan kesatuan kaum Muslim.
Jika ikatan itu diperkokoh, jika ia menjadi sumber kehidupan dan pusat
loyalitas mereka, maka kekuatan solidaritas yang luar biasa akan memungkinkan
pembentukan dan pemeliharaan negara Islam yang kuat dan stabil. Berbagai kalangan,
seperti ditulis pakar sejarah Azyumardi Azra dalam Historiografi Islam
Kontemporer, menilai ide Jamaluddin itu sebenarnya sebagai entitas politik
Islam universal. Mau tak mau, ia pun bersentuhan langsung dengan para penjajah
itu.
Dengan gagasannya ini, Al-Afghani
mengubah Islam menjadi ideologi anti-kolonialis yang menyerukan aksi politik
menentang Barat. Baginya, Islam adalah faktor yang paling esensial untuk
perjuangan kaum Muslim melawan Eropa, dan Barat pada umumnya.
Namun demikian, pada saat yang sama
Al-Afghani juga mendukung ide semacam nasionalisme, lebih tepatnya
"nasionalitas" (jinsiyyah) dan "cinta tanah air"
(wathaniyyah). Sepintas, dua gagasan ini boleh jadi kontradiktif dengan
gagasannya tentang Pan-Islamisme. Namun, tampaknya Jamaluddin tak ambil pusing.
Baginya, bila dua 'entitas' itu dapat disatukan menjadi sebuah kekuatan besar
yang dapat merubah nasib dunia Islam, mengapa tidak dicoba? Pada sisi inilah
tampaknya seluruh hidupnya ia dedikasikan. (Hery Sucipto)[republika.co.id]
0 Komentar untuk "Jamaluddin Al-Afghani salah satu putra terbaik islam"