Ibunda Amien Rais
menginginkan anaknya menjadi kiai. Amien sendiri malah bercita-cita menjadi walikota.
Namun takdir membawa Amien Rais ke pentas politik nasional sebagai Ketua MPR
periode 1999-2004.
Amien lahir di Solo,
26 April 1944, dari keluarga berlatar belakang agama yang kental. Ayahnya,
Syuhud Rais, adalah kepala kantor Pendidikan Agama Surakarta, sedang ibunya,
Sudalmiyah adalah seorang guru. Orang tuanya berharap setelah lulus dari SMA
Amien bisa melanjutkan ke Akademi Tablig Muhammadiyah di Yogyakarta, kemudian
meneruskan ke Mesir. Temyata, Amien kuliah di Jurusan Hubungan Intemasional
Fisipol UGM.
Sejak SD sampai SMA
ia selalu belajar di sekolah Muhammadiyah. Di luar itu, ia juga belajar di Madrasah;
pertama di Mambaul Ulum, lalu di AI-Islam, keduanya di Solo.
Menonjol dalam
studinya di UGM, Amien pun diterima sebagai dosen pada almamaternya. Amien bisa
mengenyam pendidikan di Mesir, dengan menjadi mahasiswa luar biasa di Universitas
Al-Azhar, Kairo, dalam rangka riset untuk meraih gelar doctor ilmu politik dari
Universitas Chicago, AS. Setahun di Mesir, penelitiannya menghasilkan disertasi
berjudul The Moslem Brotherhood in Egypt, its Rise, Denise, and Resurgence,
yang memberinya gelar Doktor pada tahun 1981. Semula Amien dikenal sebagai
seorang
intelektual, ahli
politik Timur Tengah. Ketika ia berkecimpung dalam politik praktis, dukungan
yang paling kuat pun muncul dari kalangan intelektual, khususnya cendekiawan
muslim.
Pada awal dekade
9O-an, Amien menampakkan diri sebagai akademisi yang vokal dengan menggulirkan wacana
suksesi dalam Tanwir ke-73 Muhammadiyah di Surabaya, 1993. Saat itu isu suksesi
masih dianggap tabu diperbincangkan. Selain suksesi, ia konsisten memprotes
korupsi, kolusi, nepotisme dan kesenjangan sosial. Akibat kekritisannya, pada
Maret 1997, Amien mundur dari Ketua Dewan Pakar ICMI.
Krisis ekonomi 1997 mengikis
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Amien Rais mendapat momentum yang
tepat untuk tampil ke muka. Ketika MPR pada bulan Maret 1998 memilih kembali
Soeharto sebagai Presiden RJ, Amien memberi ultimatum. Ia memberi waktu enam
bulan kepada kabinet Soeharto untuk mengatasi krisis. Kalau gagal, rakyat akan
bergerak. Mei 1998, kerusuhan meletup di Jakarta, dan mahasiswa bergerak menduduki
gedung DPR/MPR.
Sejumlah menteri
menolak bergabung lagi dengan kabinet Soeharto yang direformasi. Akhirnya
Jenderal Besar Soeharto mengundurkan diri.
Tahun 1999 kebebasan
berpolitik kembali hadir. Amien Rais dkk mendirikan partai terbuka yang bernama
Partai Amanat Nasional (PAN). Dalam Pemilu 1999, hanya memperoleh suara 7%.
Hasil ini kurang memadai untuk menopang Amien maju sebagai kandidat presiden.
Amien memilih peran lain. Ia mendukung Gus Dur. Dalam voting, Gus Dur
mengalahkan Megawati dan terpilih sebagai Presiden RI.
Amien Rais berada dalam
pusaran dinamika hubungan yang rumit antara NU dan Muhammadiyah, dua ormas
Islam terbesar di negeri ini. Amien dan Gus Dur terlibat dalam hubungan yang
diwarnai gejolak dan pasang-surut. Sejak NU keluar dari Masyumi
tahun 1952, hubungan
NU-Muhammadiyah memang agak renggang.
Tahun 2004, untuk
pertama kalinya Indonesia menerapkan sistem pemilihan langsung untuk memilih presiden
dan wapres. Amien tampil sebagai capres dan menggandeng Siswono Yudhohusodo
sebagai cawapres. Dalam putaran pertama, Amien hanya menduduki urutan keempat
di belakang Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati dan Wiranto.
0 Komentar untuk "Amien Rais Mantan Ketua MPR"