"Sebagai segelintir orang yang terdidik, kamu
harus memerdekakan bangsamu!"
Dr. Van Bessem kepada Mohammad
Natsir.
Van
Bessem yang berkebangsaan Belanda ini adalah rektor AMS, tempat Natsir menuntut
ilmu di Bandung. Dalam perkembangan selanjutnya, rakyat Indonesia mengenal
Natsir sebagai poros pemikir yang penting di kalangan partai-partai Islam.
Terutama di masa Orde Lama di saat kehidupan politik Indonesia didominasi tiga
kekuatan penting: Islam, nasionalis, dan komunis.
Natsir,
yang bergelar Datuk Sinaro Panjang, lahir di Alahanpanjang, kota kedl berhawa
sejuk di Solok, Sumatera Barat, pada 17 Juli 1908. Anak laki-laki yang
dibesarkan dalam tradisi Islam yang kuat ini tak pernah tidur di rumah orangtuanya.
Setiap malam, bersama kawan-kawannya, Natsir tidur di surau. Kendati bukan
berasal dari keluarga berada, Natsir beruntung bisa mengenyam pendidikan· berkualitas
di sekolah-sekolah milik pemerintah Belanda. Antara lain ia pernah belajar di
sekolah rendah berbahasa Belanda, HIS Adabiyah, Padang.
Tumbuh
sebagai seorang tokoh besar Masyumi, Natsir pernah menjadi ketua umum partai
berlambang bulan bintang itu pada 1949-1958. Pria ini pernah menduduki sejumlah
jabatan penting: Perdana Menteri RI pada tahun 1950-1951, Menteri Penerangan pada
1946-1949, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah dan Wakil Presiden Muktamar Alam Islami
yang bermarkas di Karachi.
Ia
juga memainkan peranan penting tatkala Indonesia menjadi negara kesatuan pada
1950. Meski menginginkan pemberlakuan syariat Islam dalam kehidupan bernegara,
bekas Ketua long Islamieten Bond Bandung ini tetap mengingihkan Indonesia yang
satu. Itulah sebabnya pada sidang parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS), 3
April 1950, Natsir melontarkan sebuah mosi yang lantas dikenal sebagai Mosi
Integral Natsir. Karena mosi inilah, Republik Indonesia yang sebelumnya pecah
menjadi 17 negara bagian bisa disatukan kembali. Sebagai "imbalan", Soekarno
mengangkat Natsir sebagai perdana menteri.
Meski
sempat rujuk dengan Soekarno, Natsir pada akhirnya harus terdepak karena
berseberangan sikap dengan presiden yang dinilainya telah berubah menjadi seorang
diktator. Natsir adalah seorang tokoh pejuang aspirasi umat Islam yang amat
membenci pengultusan individu. Karena itu, Natsir mengkritik bekas presiden
Sukarno, yang telah berubah menjadi diktator karena dikultuskan, terutarna
setelah periode . Demokrasi Terpimpin (1959). Menurut Natsjr, peristiwa G 30 S
meletus karena Sukarno sudah tidak bisa lagi ditegur.
Bersama
dengan partainya, Masyumi, Natsir merupakan salah satu musuh besar PKI.
Ketidaksukaannya kepada PKI membuat Natsir berani melawan Soekarno yang disebutnya
terlalu dekat dengan PKI.
Tentu,
PKI tak berdiam diri begitu saja. Peluang menghantam Masyumi dan Natsir terbuka
ketika meletus PRRI di Sumatera Barat. Natsir pun didepak Soekarno dari posisinya
sebagai perdana menteri dan Masyumi dibubarkan. Bahkan tokoh Islam ini sempat dipenjarakan
antara 1961-1966. Konon, ditahannya Natsir ini tidak semata-mata karena ia
pernah menjadi deputi Perdana Menteri PRRI, tetapi karena ia konsisten
anti-Soekarno.
Meski
rezim Soekarno berganti ke rezim Soeharto, Natsir gagal menghidupkan kembali
Masyumi. Begitu pula pemberlakuan Syariat Islam yang diperjuangkannya, tetap
tidak terwujud sampai akhir hayatnya pada tanggal 7 Februari 1993.
0 Komentar untuk "Mohammad Natsir Negarawan dan Mantan Perdana Menteri"