"Saya ini lahir di bawah tanda
Libra. Orang Libra itu diam, tidak menunjukkan emosi. Kalau menangis tidak berteriak,
cuma keluar air mata. Kalau marah tidak terlihat di muka, tapi di dalam hati.
Maka banyak sekali orang Libra yang menderita ... "
Begitulah ungkapan
jujur Leonardus Benyamin Moerdani tentang dirinya. Pria kelahiran Cepu, Jawa
Tengah, tanggal 2 Oktober 1932 itu memang terkenal sebagai sosok yang keras dan
tegas. Kemampuannya di bidang intelijen sangat Iuar biasa, sehingga ia pernah diandalkan
Soeharto untuk memelihara stabilitas dalam era kekuasaan Orde Baru.
L.B. Moerdani merupakan
salah satu dari sedikit perwira yang memiliki kapasitas tinggi dalam bidang intelijen.
Karena kemampuan jenderal ini dalam dunia spy, stabilitas nasional senantiasa
dalam kendali.
Sebab ia seialu
mendapatkan informasi intelijen kelas wahid dari jaringannya.
Ketika Benny, panggilan
akrabnya, menjabat sebagai Panglima ABRI sekaligus Panglima Kopkamtib (1983-1988)
nyaris tak terdengar ada gerakan makar melawan pemerintah. Sedikit saja gerakan
yang cenderung melawan pemerintah langsung diberangus.
Peristiwa Tanjungpriok,
12 September 1984, adalah salah satu buktinya. Ia melibas tanpa ampun mereka yang
dianggapnya berseberangan garis politik dengan pemerintah.
Setelah meletusnya
Peristiwa Tanjungpriok, sosok Benny menjadi pusat perhatian. Kontroversi pun muncul
ketika kasus tersebut dilihat dari sudut pandang yang primordialistik.
"Saya ingin menegaskan, umat Islam tidak dipojokkan. Dan tidak akan pernah
dipojokkan," kata Benny beberapa minggu setelah tragedi Tanjungpriok
terjadi.
Benny kemudian
menerapkan strategi komunikasi untuk membersihkan citra dirinya di depan umat
Islam. Dengan sigap Benny berhasil merangkul tokoh-tokoh masyarakat, khususnya
alim ulama.
Kunjungan silaturrahim
ia lakukan di berbagai daerah. Dan dengan fasihnya, Benny yang menganut agama
Katolik itu mampu mengucapkan assalammualaikum.
Sikapnya yang tegas,
posisinya yang strategis, dan luasnya jaringan intelijen yang dikendalikannya,
membuat ia menjadi
sosok yang berkuasa secara de facto. Pada saat menjabat Menhankam/Pangab, dia malah
disebut-sebut sebagai orang nomor dua terkuat setelah Presiden Soeharto. Bahkan
ia sempat disebut-sebut sebagai kandidat wakil presiden, yang memiliki peluang
untuk menjadi Presiden RI.
L.B. Moerdani dibesarkan
di Solo, Jawa Tengah. Ayahnya adalah pegawai kereta api bernama R.G. Moerdani
Sosrodirdjo dan ibu yang berdarah Indonesia
Jerman, Rochmaria Jeane. Sejak usia yang cukup muda, 13 tahun, Benny
sudah bergabung dengan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP). Ia Iulus
Pendidikan Perwira Angkatan Darat, dengan pangkat Letnan Dua, pada tahun 1952.
Kemudian Benny muda bergabung dengan korps komando AD (KKAD), embrio RPKAD
(Resimen Para Komando Angkatan Darat) yang sekarang bernama Kopassus.
Kebersamaannya dengan
Soeharto dimulai pada saat perebutan Irian Barat. Mayor Jenderal Soeharto saat
itu menjabat sebagai Panglima Mandala untuk operasi pembebasan Irian Barat.
Mayor Benny yang mernirnpin Operasi Naga berhasil memimpin penyusupan.
Juga di bawah komando
Mayjen Soeharto, terdapat nama Mayor Untung, yang kelak menjadi komandan
Tjakrabhirawa pada saat meletus Tragedi 30 September 1965. Konon terdapat
rivalitas antara Benny dan Untung, dua orang lulusan terbaik pendidikan perwira
AD.
Kendati dikenal sebagai
jagoan intelijen, Benny tangkas pula di medan tempur. Selain ikut dalam operasi
penumpasan gerakan DI/TII ia juga terlibat dalam operasi penumpasan PRRI dan
Permesta. Karir Benny mulai menapak ke jenjang yang lebih tinggi setelah Orde
Baru berkuasa. Dalam kurun waktu 1967-1974 Benny sempat ditugaskan ke Kuala Lumpur
dan Seoul sebagai diplomat. Dia dikenal sebagai negarawan yang dijuluki
kalangan diplomat asing sebagai the only statesman in Indonesia.
Sepulang dari tugas sebagai
diplomat; Benny diangkat sebagai pimpinan Satgas Intelijen Kopkamtib (1974).
Kemudian menjabat asisten intelijen Hankam, dan memimpin Badan Intelijen Strategis
(Bais) yang didirikannya. Karirnya terus menanjak dengan muIus sehingga meraih posisi
puncak menjabat Panglima ABRI sekaligus Panglima Kopkamtib sampai tahun 1988.
Prestasinya yang
paling menonjol adalah sebagai penata organisasi intelijen di tubuh rniliter.
Karyanya adaIah Badan Intelijen Strategis (Bais) yang berdiri pada tahun 1983.
Bais adaIah sebuah Iembaga intelijen meIengkapi lembaga serupa yang sudah ada
sebelumnya, yakni Badan Koordinasi Intelijen Negara (1969).
Ia juga sukses mereorganisasi
sejumlah komando daerah militer dan memodernisasi peralatan TNI semasa menjabat
Pangab. Pada masa kepemimpinannya, Benny membubarkan Komando Wilayah Pertahanan
(Kowilhan) dan menciutkan Komando Daerah Militer (Kodam). Pada 1986, ketiga
angkatan dan Polri muIai dipimpin oleh perwira yang bukan dari angkatan '45.
Tahun 1988 ditandai
berita simpang-siur bahwa Benny "bentrok" dengan Soeharto. PasaInya,
Benny dianggap berambisi menduduki kursi wakiI presiden pada Sidang Umum MPR
1988. Berita itu membuat Soeharto marah dan memberhentikan Benny dari jabatan Panglima
ABRI hanya beberapa hari sebelum SU MPR dimulai. Benny pun kehiIangan kendali
terhadap Fraksi ABRI di DPR/MPR. Tapi, ia tidak sendirian.
Brigjen Ibrahim
Saleh, dengan melakukan interupsi menolak pencalonan Sudharmono sebagai Wakil
Presiden. Brigjen Ibrahim Saleh pun akhirnya dipecat. Pada masa itu, interupsi
dianggap suatu keberanian luar biasa.
Harry Tjan Silalahi
menyebut sosok Benny sebagai "Patriot 24 Karat". Namun menurut Gus
Dur, Benny adalah seorang ksatria perkasa yang sayangnya masih mau diperintah
untuk menjalankan kebijakan "petrus" (penembakan misterius) pada
tahun 1980-an. Hingga kini "petrus" yang ditujukan bagi para kriminal
masih menjadi kontroversi yang simpang siur.
Jenderal (Purn) Leonardus
Benny Moerdani meninggal hari Minggu 29 Agustus 2004 di RSP AD Gatot Soebroto
karena stroke dan infeksi paru-paru. Ia dimakamkan di TMP Kalibata dengan
penghormatan militer.
0 Komentar untuk "L.B. Moerdani Mantan Menhankam/Pangab Dan Pangkopkamtib, Pelopor Modernisasi Lembaga Intelijen Negara"