Aktivis Indonesia - Khazanah
keilmuan Islam klasik mencatat sosok ini sebagai salah satu periwayat dan ahli Hadits
utama, selain Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan sederet nama lainnya.
Karyanya, Kitab Al Jami', atau biasa dikenal dengan kitab Jami' Tirmizi,
menjadi salah satu rujukan penting berkaitan masalah Hadits dan ilmunya, serta
termasuk dalam Kutubus Sittah (enam kitab pokok di bidang Hadits) dan
ensiklopedia Hadits terkenal.
Sosok
penuh tawadhu' dan ahli ibadah ini tak lain adalah Imam Tirmizi. Dilahirkan
pada 279 H di kota Tirmiz, Imam Tirmizi bernama lengkap Imam Al-Hafiz Abu Isa
Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Ad-Dahhak As-Sulami At-Tirmizi.
Sejak
kecil, Imam Tirmizi gemar belajar ilmu dan mencari Hadits. Untuk keperluan
inilah ia mengembara ke berbagai negeri : Hijaz, Irak, Khurasan, dan lain-lain.
Dalam
lawatannya itu, ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru Hadits untuk
mendengar Hadits dan kemudian dihafal dan dicatatnya dengan baik. Di antara gurunya
adalah; Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud. Selain itu, ia juga belajar
pada Imam Ishak bin Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin Abdurrahman, Ali bin Hajar,
Ahmad bin Muni', dan lainnya.
Perjalanan
panjang pengembaraannya mencari ilmu, bertukar pikiran, dan mengumpulkan Hadits
itu mengantarkan dirinya sebagai ulama Hadits yang sangat disegani kalangan
ulama semasanya. Kendati demikian, takdir menggariskan lain. Daya upaya
mulianya itu pula yang pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa
tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra. Dalam kondisi seperti inilah, Imam Tirmizi
meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada usia 70 tahun.
Di
kemudian hari, kumpulan Hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan
oleh banyak ulama, di antaranya; Makhul ibnul-Fadl, Muhammad bin Mahmud Anbar, Hammad
bin Syakir, Abd bin Muhammad An-Nasfiyyun, Al-Haisam bin Kulaib Asy- Syasyi,
Ahmad bin Yusuf An-Nasafi, Abul-Abbas Muhammad bin Mahbud Al-Mahbubi, yang
meriwayatkan kitab Al-Jami' daripadanya, dan lain-lain. Mereka ini pula muridmurid
Imam Tirmizi.
Banyak
kalangan ulama dan ahli Hadits mengakui kekuatan dan kelebihan dalam diri Imam
Tirmizi. Selain itu, kesalehan dan ketakwaannya pun tak dapat diragukan lagi.
Salah
satu ulama itu, Ibnu Hibban Al-Busti, pakar Hadits, mengakui kemampuan Tirmizi dalam
menghafal, menghimpun, menyusun, dan meneliti Hadits, sehingga menjadikan dirinya
sumber pengambilan Hadits para ulama terkenal, termasuk Imam Bukhari.
Sementara
kalangan ulama lainnya mengungkapkan, Imam Tirmizi adalah sosok yang dapat
dipercaya, amanah, dan sangat teliti. Kisah yang dikemukakan Al-Hafiz Ibnu
Hajar dalam Tahzib At-Tahzibnya, dari Ahmad bin Abdullah bin Abu Dawud, berikut
adalah salah satu bukti kelebihan sang Imam : Saya mendengar Abu Isa At-Tirmizi
berkata : Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Mekkah, dan ketika itu saya
telah menulis dua jilid buku berisi Hadits-hadits berasal dari seorang guru.
Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia,
mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya.
Saya
mengira bahwa 'dua jilid kitab' itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah
dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya
bertemu dengannya, saya memohon kepadanya untuk mendengar Hadits, dan ia
mengabulkan permohonan itu.
Kemudian
ia membacakan Hadits yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang
dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu
apa pun. Melihat kenyataan ini, ia berkata, 'Tidakkah engkau malu kepadaku?' Lalu
aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah
kuhafal semuanya.
'Coba
bacakan!,' suruhnya. Aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya
lagi, 'Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?' 'Tidak,' jawabku.
Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan Hadits yang lain. Ia pun kemudian
membacakan 40 Hadits yang tergolong Hadits-hadits sulit atau gharib lalu berkata,
'Coba ulangi apa yang kubacakan tadi.' Lalu aku membacakannya dari pertama sampai
selesai, dan ia berkomentar, 'Aku belum pernah melihat orang seperti engkau.'
Selain
dikenal sebagai ahli dan penghafal Hadits, mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya,
Imam Tirmizi juga dikenal sebagai ahli fiqh dengan wawasan dan pandangan luas.
Pandangan-pandangan tentang fiqh itu misalnya, dapat ditemukan dalam kitabnya
Al-Jami'.
Kajian-kajiannya
mengenai persoalan fiqh ini pula mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat
berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya.
Sebagai
tamsil, penjelasannya terhadap sebuah Hadits mengenai penangguhan membayar piutang
yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut : "Muhammad
bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami. Sufyan menceritakan kepada
kami, dari Abi Az-Zunad, dari Al-Arai dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda
: Penangguhan membayar utang (yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu adalah
suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada orang
lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya."
Bagaimana
penjelasan sang Imam? "Sebagian ahli ilmu berkata : 'Apabila seseorang dipindahkan
piutangnya kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan
itu, maka bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang
dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil.'
Sementara
sebagian ahli lainnya mengatakan: 'Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi
disebabkan kepailitan muhal 'alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar kepada
orang pertama (muhil).
Alasannya
adalah, tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim. Menurut Ibnu Ishak,
perkataan 'Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim' ini adalah 'Apabila
seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu, namun
ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang
Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu'," demikian penjelasan Imam Tirmizi.
Ini
adalah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, betapa cemerlangnya pemikiran fiqh
Imam Tirmizi dalam memahami nash-nash Hadits, serta betapa luas dan orisinal pandangannya
itu. Hingga meninggalnya, Imam Tirmizi telah menulis puluhan kitab, diantaranya
: Kitab Al-Jami', terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmizi, Kitab Al-'Ilal, Kitab
At-Tarikh, Kitab Asy-Syama'il an-Nabawiyyah, Kitab Az-Zuhd, dan Kitab Al- Asma'
wal-Kuna.
Selain
dikenal dengan sebutan Kitab Jami' Tirmizi, kitab ini juga dikenal dengan nama Sunan
At-Tirmizi. Di kalangan muhaddisin (ahli Hadits), kitab ini menjadi rujukan utama,
selain kitab-kitab sejenis lainnya dari Imam Bukhari maupun Imam Muslim.
Kitab
Sunan Tirmizi dianggap sangat penting lantaran kitab ini betul-betul memperhatikan
ta'lil (penentuan nilai) Hadits dengan menyebutkan secara eksplisit Hadits yang
sahih. Itu sebabnya, kitab ini menduduki peringkat ke-4 dalam urutan Kutubus
Sittah, atau menurut penulis buku Kasyf Az Zunuun, Hajji Khalfah (w. 1657), kedudukan
Sunan Tirmizi berada pada tingkat ke-3 dalam hierarki Kutubus Sittah.
Tidak
seperti kitab Hadits Imam Bukhari, atau yang ditulis Imam Muslim dan lainnya, kitab
Sunan Tirmizi dapat dipahami oleh siapa saja, yang memahami bahasa Arab tentunya.
Dalam menyeleksi Hadits untuk kitabnya itu, Imam Tirmizi bertolak pada dasar apakah
Hadits itu dipakai oleh fuqaha (ahli fikih) sebagai hujjah (dalil) atau tidak.
Sebaliknya,
Tirmizi tidak menyaring Hadits dari aspek Hadits itu dhaif atau tidak. Itu sebabnya,
ia selalu memberikan uraian tentang nilai Hadits, bahkan uraian perbandingan dan
kesimpulannya.
Diriwayatkan,
bahwa ia pernah berkata : "Semua Hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah
dapat diamalkan." Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya
(sebagai pegangan), kecuali dua Hadits, yaitu: Pertama, yang artinya:
"Sesungguhnya Rasulullah SAW menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar, dan
Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab takut dan dalam perjalanan.'' Juga Hadits,
"Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka
bunuhlah dia."
Hadits
ini adalah mansukh (terhapus) dan ijma' ulama menunjukkan demikian. Sedangkan
mengenai shalat jamak, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya.
Sebagian besar ulama berpendapat boleh hukumnya melakukan shalat jamak di rumah
selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibn Sirin dan
Asyab serta sebagian besar ahli fiqh dan ahli Hadits juga Ibn Munzir.
Beberapa
keistimewaan Kitab Jami' atau Sunan Tirmizi adalah, pencantuman riwayat dari sahabat
lain mengenai masalah yang dibahas dalam Hadits pokok (Hadits al Bab), baik isinya
yang semakna maupun yang berbeda, bahkan yang bertentangan sama sekali secara
langsung maupun tidak langsung.
Selain
itu, keistimewaan yang langsung kaitannya dengan ulum al Hadits (ilmu-ilmu Hadits)
adalah masalah ta'lil Hadits. Hadits-hadits yang dimuat disebutkan nilainya dengan
jelas, bahkan nilai rawinya yang dianggap penting. Kitab ini dinilai positif
karena dapat digunakan untuk penerapan praktis kaidah-kaidah ilmu Hadits,
khususnya ta'lil Hadits tersebut. (her)[republika.co.id]
Tag :
Tokoh
0 Komentar untuk "Mengenal sosok Imam Tirmizi"