Sekarmadji Maridjan
Kartosoewirjo adalah sosok protagonis yang akhirnya menjadi antagonis, karena ketidaksesuaian
pendapat dengan para penguasa pusat. Namanya paralel dengan Abdul Qahhar
Mudzakar, Daud Beureuh, dan beberapa nama pemimpin
pemberontakan di
daerah pada tahun 1950-an.
Banyak di antara mereka
yang turut mempertaruhkan nyawa dan berjuang mempertahankan kemerdekaan RI,
tetapi garis nasib menentukan lain.
Sejarah Indonesia
mencatat nama Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo sebagai pemberontak yang memproklamirkan
Negara Islam Indonesia (NIl) di Tasikmalaya, 1949. Pusara tokoh Islam ini pun
sampai sekarang tidak diketahui. Soekarno melarang mengembalikan jasadnya ke
tengah keluarga dan pengikutnya.
Soekarno cemas akan
kebangkitan pengaruh dan kharisma Kartosoewirjo sebagai tokoh yang paling awal
menjadikan Islam sebagai asas partai.
Kartosoewirjo lahir di
Cepu, Jawa Tengah, 7 Januari 1905. Ia adalah ulama karismatik yang secara tegas
menolak politik sekularisme yang diterapkan di Indonesia yang baru saja
merdeka. Bila tokoh Islam lainnya lebih kompromistis, Kartosoewirjo bersikap lebih
keras.
Kartosoewirjo sempat
mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi Kedokteran (Nederlands Indische Artsen
School). Kiprah politiknya berawal saat ia menjadi murid sekaIigus sekretaris
pribadi tokoh Partai Sarekat Islam, H.o.s. Tjokroaminoto. Karirnya melejit menjadi
sekretaris jenderal Partai Serikat Islam Indonesia (PSII-kelanjutan dari
Sarekat Islam milik Tjokroaminoto).
Bagi Kartosoewirjo,
yang paling membekas dalam benaknya adalah cita-cita mendirikan negara Islam
(Daulah Islamiyah). Cita-cita ini sangat mempengaruhi jalan pikiran maupun
suratan nasib KartosoewiIjo di kemudian hari.
Di PSII juga Kartosoewirjo
menemukan jodohnya. Ia menikah dengan Umi Kalsum, anak seorang tokoh PSII di
Malangbong (di daerah ini pula kelak Kartosoewirjo mendirikan institut Suffah
untuk membina kader-kader NIl). Karena berbeda pandangan, Kartosoewirjo pada akhirnya
hengkang dari PSII. la pantang bekerjasama dengan penjajah. Kemudian ia
mendirikan Komite Pembela Kebenaran Partai Sarekat Islam Indonesia (KPKPSII).
Pada masa perang
kemerdekaan 1945-1949, Kartosoewirjo juga terlibat aktif. Namun lagi-lagi,
sikap kerasnya banyak mempengaruhi keputusan-keputusannya di lapangan, termasuk
ketika ia menolak perintah pusat agar seluruh Divisi Siliwangi melakukan long
march ke Jawa Tengah. Perintah long march itu merupakan konsekuensi perundingan
Renville, yang sangat mempersempit wilayah kedaulatan RI.
KartosoewiIjo menolak
keras hasil perundingan tersebut. Ia memang tidak pernah mau berkompromi apalagi
mengalah dalam perundingan dengan pihak Belanda. Sikap tak mau kompromi juga
ditunjukkan ketika pemerintah RI mendekatinya guna mencari jalan tengah. Kartosoewirjo
menolak posisi menteri yang ditawarkan Amir Sjarifuddin yang saat itu menjabat
sebagai Perdana Menteri.
Kekecewaannya terhadap
Jakarta semakin membulatkan tekad untuk membentuk NII Sebenarnya gerakan
pembentukan NIl bukanlah perjuangan lokal. Sejak NIl berdiri hingga
Kartosoewirjo tertangkap pada 4 Juni 1962, tercatat beberapa daerah menyatakan menjadi
bagian NIl. Daerah tersebut antara lain Jawa Tengah, Sulawesi Selatan,
Kalimantan Selatan, dan Aceh.
Gerilya NIl melawan
pemerintah RI berlangsung lama. Kartosoewirjo dan para pengikutnya sempat menguasai
daerah pegunungan di Jawa Barat. Setelah aparat keamanan melancarkan operasi “pagar
betis" untuk mempersempit ruang gerak pasukan NIl, barulah para pengikut
Kartosoewirjo dapat di taklukkan. Perjuangan Kartosoewirjo berakhir ketika aparat
keamanan menangkapnya setelah melalui perburuan panjang selama sebelas tahun di
wilayah pegunungan Jawa Barat.
Ulama itu dijatuhi
hukuman mati oleh pemerintah dengan tuduhan memberontak.
0 Komentar untuk "Kartosoewirjo Pendiri Negara Islam Indonesia"