Seperti halnya Kasman
Singodimedjo, ketokohan Ki Bagus Hadikusumo juga mencuat dari kontroversi Piagam
Jakarta. Kalimat " ... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeIuk-pemeluknya ... ". Itu hampir menghanguskan tekad bangsa Indonesi untuk
bersama-sama membangun negeri ini. Tetapi akhirnya semua pihak bisa berkompromi
dan kembali seia sekata, setelah tujuh kata ini diganti dengan kalimat yang
lebih netral: "berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Siapakah yang memberikan
usulan kalimat yang bernada netral tersebut? Tidak ada yang menyangka bahwa
usul brilian ini berasal dari seorang ulama dan tokoh Muhammadiyah yang
memegang hukum Islam dengan keras. Ia adalah Ki Bagus Hadikusumo.
Ulama kelahiran
kampung Kauman, Yogyakarta, di tahun 1890 - atau tepatnya 11 Rabiul Akhir 1038
Hijriah. Ki Bagus Hadikusumo lahir dengan nama R. Hidayat. Latar belakang
pendidikannya tidak istimewa. Ia hanya lulusan sekolah rakyat, pendidikan dasar
di zaman penjajahan Belanda. Tapi, ketekunannya dalarn mengaji Alquran, belajar
di pesantren, dan membaca kitab-kitab penting agama Islam mampu mengantarkannya
untuk belajar ke Mekkah.
Dengan bekal ilmunya
itu, ia segera dikenal sebagai seorang pemimpin umat yang alim dan juru dakwah yang
hebat. Tak mengherankan pula bila kemudian Gubernur Jenderal Belanda sernpat
rnengangkat Ki Bagus sebagai anggota komisi penyusun Mahkamah Tinggi Islam di
Hindia Belanda. Bahkan pemerintah pendudukan Jepang juga memilih Ki Bagus
sebagai salah seorang anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau PPKI pada 1945.
Pada tahun 1942 ia
menggantikan Kiai Haji Mas Mansyur selaku Ketua Umum Pengurus Pusat (PP)
Muhammadiyah. Jabatan itu ia pangku sarnpai 1953. Ketika diajak KH. Mas Mansyur
untuk duduk sebagai Wakil Ketua PP Muhamrnadiyah dalarn rnuktamar ke-26 Muhammadiyah
di Yogyakarta tahun 1937, Ki Bagus Hadikusurno sempat menolak.
Namun Ki Bagus
akhirnya memenuhi permintaan sahabatnya itu demi kemaslahatan umat Islam.
Bahkan, saat KH. Mas Mansyur dipaksa penguasa pendudukan Jepang menjadi
pemimpin Pusat Tenaga Rakyat (Putera) pada 1942, Ki Bagus juga rela
rnenggantikan posisi ketua urnurn yang ditinggalkan KH. Mas Mansyur yang harus
hijrah ke Jakarta. Selama rnemangku jabatan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ki Bagus
berhasil melahirkan berbagai karya. Di antaranya, Mukadimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah yang berisi pokok-pokok pikiran Kiai Haji Ahmad Dahlan, ulama,
pendiri organisasi Islam modernis pertama di Indonesia itu.
Mukadimah Anggaran
Dasar itulah yang kemudian menjadi landasan berpijak Muhammadiyah dalam menjalankan
segala perjuangan dan amal usahanya. Di zaman pendudukan Jepang, Ki Bagus
benar-benar menjadi pemimpin Muhammadiyah yang dihormati dan dijadikan panutan
umat. Dengan penuh keberanian Ki Bagus menentang perintah Jepang yang meminta
ia menyerukan umat Islam melakukan upacara Sekkrei, sebuah ritual harian dengan
cara membungkukkan tubuh ke arah matahari terbit sebagai simbol penghormatan
bagi Dewa Matahari, yang dipercaya orang Jepang telah menitis ke tubuh Tenno
Haika, kaisar mereka. Ki Bagus Hadikusumo meninggal pada tahun 1954 dalam usia
64 tahun.
0 Komentar untuk "Ki Bagus Hadikusumo (Negarawan)"